JAKARTA (Arrahmahcom) – Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan tindakan Densus 88 yang menggerebek Pondok Pesantren Darul Akhfiya di Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur merupakan bentuk kriminalisasi institusi pesantren dan ajaran Islam.
“Secara langsung atau tidak langsung mendiskriditkan ajaran-ajaran jihad yang tertuang dalam lembaran-lemabaran fiqh yang biasa dikaji di pesantren,” katanya kepada arrahmah.com, Rabu, (14/11) Jakarta.
Menurut Harits, peristiwa tersebut merupakan operasi intelijen dengan menghasut dan mengagitasi kelompok masyarakat tertentu untuk menyerang pesantren dengan kedok isu terorisme.
“Saya melihat ini gaya-gaya Orba” ujarnya
Padahal, lanjutnya, hal faktual yang terjadi pada pesantren dan santrinya, selama ini malah memberikan banyak maslahat kepada rakyat sekitar. Dan tidak ada yang dirugikan oleh pesantren.
“Orang-orang yang gerebek Pesantren dan kemudian dituduh “teroris” itu merupakan orang-orang suruhan yang tidak tahu duduk persolan sebenarnya” beber Harits
Ia pun meminta, jangan hanya karena pimpinan Pesantren tersebut berafiliasi dengan kelompok tertentu yang selama ini distempel keras dan radikal, kemudian dengan seenaknya pesantren divonis sebagai sarang teroris.
Kasus kali ini, menurutnya dipaksakan dan didramatisir untuk dikaitkan dengan isu terorisme baik oleh pihak-pihak tertentu.
“Khususnya BNPT dan Densus 88 didukung manipulasi dari media massa sekuler,” ucap Harits.
Ia pun mendesak kepada umat Islam untuk benar-benar sadar motif politik dibalik upaya kriminalisasi pesantren. Selain itu, ia mempertanyakan juga sikap pemerintah kepada umat Islam yang selama ini menggaungkan sudah berada di era reformasi. Tapi, nayatanya perlakukan terhadap umat Islam jauh lebih jahat dengan secara sistematik dilakukannya.
“Dan kerja menzalimi umat Islam melalui isu teroris justru dilembagakan, serta bekerja dalam jangka waktu longterm,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sekelompok orang yang bukan berasal dari sejumlah daerah itu diusir warga karena aktifitas mereka dianggap mencurigakan. Setiap malam, digelar pengajian dan latihan beladiri secara tertutup di halaman rumah yang ditempati sejak sekitar setahun lalu itu. Di rumah tersebut mereka mendirikan pesantren Darul Akhfiya’. Namun Ustadz Nasirudin Ahmad, pengasuh pesantren Darul Akhfiya’ membantah pemberitaan tersebut. Ia menepis kecurigaan masyarakat dengan mengatakan anggota kelompoknya hanya beraktifitas sebagaimana pesantren pada umumnya, yaitu mengaji dan berlatih beladiri. “
“Kami tidak mengajarkan gerakan terorisme, namun hanya ilmu agama seperti pesantren umumnya. Selain itu, kami juga mengajarkan ilmu beladiri,” ujarnya.
Mereka dievakuasi atas nama pemberantasan terorisme oleh polisi yang mengaku ada barang bukti berupa buku jihad, keping cakram padat (VCD) jihad serta senapan rakitan laras panjang. (bilal/arrahmah.com)