JAKARTA (Arrahmah.com) – Menanggapi aksi “drama” kebiadaban Densus 88 baru-baru ini di beberapa tempat, hingga menewaskan 7 orang yang dituduh terduga “teroris”, Pemerhati Kontra Terorisme, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya berkomentar bahwa Densus 88 sangat tergesa-gesa alias tidak sabaran dalam menggerebek setiap tertuduh “teroris”.
“Densus tidak pernah belajar dari pengalaman, dan main cabut nyawa seenak perutnya. Begitu pendek nalar dan kesabarannya hingga tiap orang tertuduh “teroris” yang melawan hadiahnya adalah kematian,” kata Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com pada Jum’at (10/5/2013).
Disediakannya keranda mayat sebelum terduga dieksekusi menunjukkan kejanggalan operasi Densus ini.
“Lihat saja pengepungan 3 orang di Margaasih Bandung pada waktu Maghrib densus merangsek menyerbu rumah tempat terduga tapi jauh sebelumnya di saat ashar sudah disiapkan keranda mayat dan kantong jenazah,” kata Harits.
“Dan saya yakin tindakan injustice seperti ini bukanlah solusi terbaik untuk mengikis segala bentuk teror, tapi justru mereproduksi teror-teror baru,” tambah Harits.
Titik keanehannya, lanjut Harits, para terduga “teroris” itu pada posisi yang telah terpantau semua lalu mengapa tindakan pencegahan yang soft tidak dilakukan. Penggerebekan itu tampak sekali by design.
“Logikanya,mereka baru berencana melakukan aksi saja Densus sudah tau bahkan juga di beberapa tempat juga ada yang ditangkap hidup-hidup.Maka bisa diduga kuat Densus sudah “menanam” orang dalamm kelompok yang diduga ‘teroris’ untuk memonitoring semua pergerakan. Dari sini terlihat bahwa “‘reality show’ dihadapan media penggerebekan ‘teroris’ adalah by design. Dengan menggunakan orang-orang yang sudah ‘terpantau’ dengan baik sebelumnya,” papar Harits.
Menurut Harits, dibalik aksi Densus yang baru ini disinyalir adalah bagian dari rangkaian aksi-aksi sebelumnya untuk memberikan pesan kepada publik bahwa Densus masih diperlukan eksistensinya.
Sebab, “Mengingat dalam bulan-bulan ini Komisi 3 DPR RI akan membentuk panja terkait Densus. Evaluasi kinerja dan keuangan densus sangat mungkin dilakukan, dan panja DPRD poso juga akan ke komisi 3 membeber bukti-bukti kejahatan Densus. Di sisi lain Komnas HAM juga memparipurnakan hasil investigasinya terkait kejahatan densus dan kesimpulannya mengarah bahwa benar adanya Densus diduga kuat melakukan pelanggaran HAM serius dan bahkan bisa dibuat pengadilan adhoc (HAM) untuk adili Densus,” ujar Harits.
Di akhir komentarnya Harits menyimpulkan bahwa, “Sebuah kekerasan yang eksesif terhadap sebagian anggota masyarakat dan akan mendulang sikap antipati masyarakat terhadap anggota polri secara keseluruhan. Lihatlah Di banyak tempat polisi telah menjadi ‘musuh’ masyarakat, dan sebagian masyarakat bertindak brutal ya karena ada yang mncontohkan seperti halnya tindakan Densus 88.” (siraaj/arrahmah.com)