JAKARTA (Arrahmah.com) – Tindakan represif Detasemen khusus 88 Anti Teror atas orang-orang dan kelompok tertentu dengan asumsi terkait dan terlibat tindak pidana terorisme menjadi pemicu eskalasi perlawanan melebar di banyak titik wilayah Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst) ustadz Haris Abu Ulya kepada arrahmah.com, Jakarta (17/10) menanggapi fenomena Poso.
Menurutnya, tindakan Densus 88 yang melakukan pembersihan secara gegabah telah memancing perlawanan sporadis oleh orang-orang yang merasa terdzalimi. Meski mereka dalam keadaan dan situasi yang lemah dan sulit.
“Dalam posisi terpojok dan terlokalisir di wilayah tertentu mereka membuat front-front basis “perang” untuk pihak aparat keamanan. Bahkan kemudian perang propaganda juga terjadi via dunia maya,” ujar ustadz Haris.
Ia berpendapat, mungkin saja antara kelompok yang melakukan perlawanan di lapangan dengan yang melakukan propaganda berada pada koordinasi yang berbeda, namun bertemu pada titik tertentu.
“Bisa jadi kelompok yang membangun opini dan perang propaganda di dunia maya adalah orang-orang yang berbeda dengan yang dilapangan melakukan aksi perlawanan. Artinya ada komando masing-masing, atau juga mungkin mereka ada irisan dilevel tertentu,” ungkap ustadz Haris.
Namun, ustadz Haris memiliki penilaian sendiri dalam melihat fenomena Poso. Ia menilai situasi tersebut mungkin saja diupayakan intelijen melakukan kerja untuk membangun opini dan memancing kelompok tertentu untuk melakukan perlawanan makin massif, yang pada akhirnya yang punya kepentingan melestarikan perang melawan “teroris” mendapatkan angin surga dan mendapatkan banyak keuntungan material.
“Inilah drama kedzaliman yang penuh dengan intrik dan target politik untuk membungkam perlawanan atas imperialism global dan lokal, dan yang dijadikan tumbalnya adalah Islam dan umatnya.wallahu a’lam” tutupnya. (bilal/arrahmah.com)