JAKARTA (Arrahmah.com) – Dibebaskannya 3 orang pemuda Islam yang dituduh terlibat terorisme David, Herman, dan Nanto, memungkinan bagi tahanan yang lain untuk turut dibebaskan. Kecuali, Densus 88 tidak mau kehilangan muka. Hal tersebut diungkapkan Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Haris Abu Ulya kepada arrahmah.com, Jakarta, Sabtu (3/11).
“Bisa saja yang lain juga dibebaskan. Kecuali, Densus malu karena sudah terlanjur ditangkap,” katanya
Kata Haris, pembebasan kali ini terhadap David, Herman, dan Nanto begitu cepat dapat dilakukan, terkesan untuk membuat citra Densus 88 baik dan tidak brutal saat penyidikan mereka. Karena melalui 3 orang yang dilepas, mereka bisa cerita bagaimana perlakuan Densus 88 selama penyidikan.
Padahal menurutnya, secara substansi penangkapan yang dilakukan Densus 88 terhadap 3 orang tersebut masih menabrak azas praduga tidak bersalah.
“Tetap saja, hakikatnya langkah main tangkap adalah pelanggaran serius atas hak pribadi seseorang yang bebas dari segala praduga,” ungkap Haris.
Lanjut Haris, apa yang sudah dilakukan Densus merupakan bentuk niat jahat mengkriminalisasi aktifis masjid atau aktifis muslim dalam beragam wajah gerakan atau organisasi. Lebih parahnya, Densus 88 tidak pernah minta maaf dihadapan publik atas kecerobohan yang dilakukan. Nampak sekali, menurutnya, Kontra-terorisme betul-betul dikelola oleh Densus 88 dan BNPT dengan menggunakan logika proyek.
“Kompolnas tidak ada suara, justru AS melalui anggota parlemen yang berkunjung ke Indonesia memberikan apresiasi atas kerja densus,” ujarnya
Design intelijen gelap untuk memelihara isu terorisme tersebut, kata Haris, hal yang niscaya terus akan dilakukan, karena merupakan proyek long term untuk menghadapi atau membungkam geliat kekuatan politik umat Islam di Indonesia yang saat ini di asumsikan sebagai ancaman potensial ke depan.
Menurutnya, sekarang ini sudah banyak dari kalangan masyarakat,para tokoh, dan berbagai kelompok masyarakat yang resah dan geram atas hal ini, ia berharap mereka sebagai representasi umat bisa mengadvokasi secara optimal.
“Karena ini kedzaliman sistemik terorganisir dan tidak bisa dihadapi dengan cara sporadis dan pragmatis tanpa harus lupa visi dan misi utama perjuangan penegakkan syariat secara kaffah,” jelas Haris.
Haris menambahkan, Densus tidak perlu malu untuk membebaskan orang-orang yang ditangkap hanya berdasarkan dugaan atau asumsi. Jika tidak, ketika mereka divonis dan dihukum maka akan melahirkan peluang balas dendam akibat stigmatisasi dan vonis yang salah arah.
“Secara langsung atau tidak, Densus berperan melahirkan siklus kekerasan atau teror yang tak berujung,” tandasnya. (bilal/arrahmah.com)