NEW YORK (Arrahmah.id) — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) pada Kamis (18/4/2024) akan melakukan pemungutan suara mengenai pengajuan Palestina menjadi negara anggota penuh PBB.
Di tengah gempuran militer Israel di Gaza, Palestina pada awal April 2024 kembali mengajukan keanggotaan ke PBB yang kali pertama diajukan pada 2011.
Namun, Amerika Serikat (AS) yang memegang hak veto berulang kali menolak pengajuan tersebut.
PBB melalui Sidang Umum dapat menerima negara anggota baru dengan dua pertiga suara mayoritas, tetapi harus mendapat rekomendasi Dewan Keamanan terlebih dahulu.
Blok regional Arab Group pada Selasa (16/4) mengeluarkan pernyataan yang menegaskan dukungan teguh terhadap pengajuan Palestina.
“Keanggotaan di PBB adalah langkah penting ke arah yang benar menuju resolusi adil dan abadi atas permasalahan Palestina sejalan dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan,” kata pernyataan mereka, dikutip dari kantor berita AFP.
Aljazair yang merupakan anggota tidak tetap DK PBB merancang resolusi, merekomendasikan Sidang Umum PBB agar Negara Palestina diterima menjadi anggota.
Pemungutan suara pada Kamis akan bertepatan dengan pertemuan DK PBB yang dijadwalkan membahas situasi di Gaza, diperkirakan bakal dihadiri para menteri dari beberapa negara Arab.
Palestina—yang berstatus pengamat di PBB sejak 2012—sudah bertahun-tahun melobi untuk mendapatkan keanggotaan penuh.
“Kami sedang mencari izin masuk. Itu hak alami dan hukum kami,” kata Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB, pada April.
Menurut Palestina, 137 dari 193 negara anggota PBB mengakui negara Palestina sehingga meningkatkan harapan bahwa pengajuan mereka akan didukung di Sidang Umum.
Namun, upaya Palestina menghadapi rintangan besar karena AS—sekutu terdekat Israel—dapat menggunakan hak vetonya untuk menutup rekomendasi DK PBB.
AS beralasan, mereka mendukung pembentukan negara Palestina jika terjadi setelah perundingan dengan Israel, juga mengacu ke UU Amerika yang mengharuskan pemotongan dana PBB jika langkah tersebut dilakukan tanpa perjanjian bilateral. (hanoum/arrahmah.id)