Oleh Sumiati
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif
Dikutip dari Tirto.id 26 April 2024, Hari Buruh Internasional berawal dari aksi demonstrasi para buruh di Chicago, Amerika Serikat, pada 1886. Para buruh menuntut jam kerja delapan jam per hari, enam hari seminggu, dan upah yang layak. Aksi ini kemudian diwarnai dengan kerusuhan dan tragedi Haymarket Affair. Sejak saat itu, 01 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional di berbagai negara di seluruh dunia. Di Indonesia, Hari Buruh dirayakan sebagai Hari Buruh Nasional pada 1 Mei setiap tahunnya.
Carut marut perburuhan, mulai dari upah rendah, kerja tak layak, hingga maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja, yang membuat nasib buruh makin terpuruk. Persoalan buruh akan terus ada selama diterapkan sistem kapitalis, yang menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi. Nasib buruh tergantung pada perusahaan, sementara tak ada jaminan dari negara karena negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan.
Akhirnya, yang menjadi korban adalah rakyat lagi. Rakyat makin kehilangan arah, bahkan berbagai upaya untuk membangkitkan kaum buruh dari keterpurukan, tetap saja, menjadi masalah yang tak berujung. Termasuk, diingatkan melalui peringatan kaum buruh, yaitu tanggal 1 Mei. Peringatan hanya seremonial saja, tak memberikan dampak positif, bahkan menambah beban dengan harus mengeluarkan biaya untuk kegiatan seremonial tersebut. Terus berulang setiap tahunnya. Sistem kapitalis tidak pernah memihak pada buruh dan rakyat. Alih-alih memberikan kesejahteraan, yang ada justru senantiasa membuat masyarakat senantiasa dihadapkan dengan persoalan hidup. Oleh sebab itu, sudah seharusnya mencari sistem peraturan hidup lain yang lebih mampu mengurusi rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat.
Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat dan negara bertanggungjawab untuk memastikan kesejahteraannya.
Negara memiliki mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam kaffah dalam semua bidang kehidupan, yang menjamin nasib buruh dan juga keberlangsungan perusahaan sehingga menguntungkan semua pihak. Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan keridaan. Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh ahlinya, atas keridaanya dan atas kebiasaannya, sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan dan lain-lain. Sehingga, untuk upah buruh, tidak ada yang didzalimi satu sama lain.
Penentuan gaji pun tidak sembarangan, ada yang mendasarinya, yaitu sabda Rasulullah Shalalallahu alaihi wasallam. “Apabila diantara salah seorang dari kalian mengontrak seseorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.” (HR. Ad-Daraquthni, dari Ibnu Mas’ud). Begitu pun sabda Rasulullah saw. yang lainnya:
Nabi Muhammad saw. melarang mengontrak seseorang pekerja, hingga upahnya menjadi jelas bagi pekerja tersebut. (HR. Ahmad).
Jika di dalam hadits diterapkan dalam proses menggaji karyawan, maka tidak akan ada kisruh perburuhan seperti saat ini. Maka, sudah seharusnya kita kembali dalam sistem Islam, karena hanya sistem Islam yang mampu untuk menyejahterakan dan memberikan keadilan bukan saja pada buruh terapi pada seluruh rakyat.
Wallahu a’lam bishshawwab.