Oleh Sujilah
Pegiat Literasi
Harga cabai dan sejumlah kebutuhan pokok terus melonjak, dari menjelang Ramadhan hingga saat ini. Cabai yang sebelumnya 78ribu/kg, sekarang mencapai 100rb/kg bahkan lebih. Salah seorang penjual pasar Tagog Kabupaten Bandung Barat bahwa rawit domba di pasaran sudah mencapai 110rb/kg. (Hasanah.id.com, 8/3/2024),
Akibat perubahan iklim dan gagal panen, di antaranya menjadi alasan harga cabai melambung tinggi. Juga permintaan meningkat sementara ketersedian terbatas juga menjadi faktor pemicu harga naik. Selain itu prilaku sosial yang akut, seperti penimbunan, kecurangan karena ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya, apalagi di momen yang masyarakat sangat membutuhkannya seringkali menjadi peluang bagi para tengkulak untuk melambungkan harga.
Kestabilan harga semakin sulit dijumpai terutama di bulan Ramadhan dan menjelang Idulfitri. Bukan hanya harga cabai, sebelumnya pernah harga bawang putih melonjak tajam. Namun sayang sebagian pemangku kebijakan, bukannya muncul empati sehingga mencarikan solusi, justru lontaran yang keluar dari ucapannya adalah rakyat diminta menanam sendiri, dan menganggap hal yang wajar agar petani tidak merugi. Padahal tugas mereka adalah mengurusi rakyat, baik bagi para petani maupun bukan, berkewajiban menghilangkan kesulitan rakyat, bukan menyerahkan kembali kepada rakyat.
Dari sini bisa kita simpulkan, negara gagal menciptakan kestabilan harga terutama harga pangan. Walaupun beralasan karena iklim ataupun permintaan meningkat, sebagai pemegang kekuasaan seharusnya mencari strategi agar harga tidak tinggi. Pematokan harga, operasi pasar, hanyalah solusi parsial yang gagal karena solusi tidak mengakar menghasilkan masalah terus berulang.
Penyebab utama ketidakstabilan harga dapat kita kembalikan kepada penerapan sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme yang menjadikan tumpuan manusia pada materi, pada keuntungan, menjadikan para pelaku usaha besar atau yang memiliki modal besar (kapital) menguasai pasar dan ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya apalagi di momen banyak orang membutuhkan.
Alasan agar para petani tidak rugi, sampai hari ini hanyalah semata alasan agar logis. Ternyata kehidupan para petani tidak meningkat signifikan seiring dengan melambungnya harga-harga hasil pertanian. Bahkan bisa dikatakan hidupnya para petani jauh dari kesejahteraan.
Dukungan negara bagi para petani dirasa minim. Biaya produksi dan penunjangnya yang mahal seperti pupuk, bibit, teknologi, menjadi kebingungan tersendiri bagi para petani. Bila produksi minim, solusi yang diambil pemerintah adalah impor yang seringkali menuai protes keras dari para petani. Atau jika harga melambung cukup dengan oprasi pasar atau subsidi ala kadarnya.
Penguasa dalam sistem kapitalisme hanyalah sebagai regulator yang keberpihakannya kepada para kapital. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya. Berbagai tindakan yang merugikan rakyat seperti penimbunan, penipuan, permainan harga, tidak mampu diberhentikan. Hukum yang berlaku tidak membuat jera, penguàsa pun kurang serius dalam menindaknya. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
Pengelolaan tanah pertanian banyak yang dikuasai swasta. Alih fungsi lahan pertanian semakin mengkhawatirkan. Lama-lama ketergantungan pangan ke luar negeri tidak bisa dihindari. Negeri yang subur tidak mampu menyediakan pangan dengan harga terjangkau. Ironis!
Sekularisme yang meniadakan peran agama dalam kehidupan, telah menciptakan hukum rimba. Yang kuat memangsa yang lemah. Rakyat sebagai pihak yang lemah dibuat tidak berdaya menghadapi melambungnya harga. Dipaksa untuk pasrah di tengan berkecamuknya keserakahan segelintir orang. Yang penting untung tak peduli orang kesulitan. Yang kaya makin sejahtera, yang miskin makin terlilit masalah ekonomi nyata adanya.
Berbeda dengan kapitalis, Islam sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk pemenuhan pangan dan pengendalian harganya telah terbukti mampu menyejahterakan ketika diterapkan.
Dukungan bagi para petani begitu tinggi. Sehingga muncul kegairahan bagi yang memiliki keahlian bertani untuk serius terjun bertani. Islam memiliki konsep yang khas mulai dari kepemilikan tanah pertanian hingga pemasaran. Penyediaan pupuk, benih, teknologi, pelatihan, dan yang lainnya menjadi tanggung jawab negara. Mudah diakses oleh para petani tanpa berbiaya tinggi.
Penguasa dalam sistem Islam berfungsi menjaga negara dari kerusakan. Tidak akan terjadi alih fungsi lahan tak terkendali. Negara harus menindak tegas siapapun yang merusak harga di pasaran. Distribusi akan selalu diperhatikan untuk menyeimbangkan harga bukan dengan pematokan harga.
Pihak manapun yang melakukan kesepakatan atau persekongkolan yang bertujuan untuk mengatur dan mengendalikan harga suatu barang, misalnya dengan menahan stok maupun membuat kesepakatan akan ditindak tegas sesuai syariat. Sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam:“ Siapa saja yang mempengaruhi harga bahan makanan kaum muslim sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk menempatkan dirinya ke dalam tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad, Al-Baihaqi, At-Thabarani)
Maka satu-satunya solusi pengendalian harga hanyalah penerapan Islam kafah dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam.
Wallahu’alam Bisshawab.