Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir harga beras terus melambung bahkan mencetak rekor tertinggi. Hingga saat ini, terpantau harganya tak kunjung turun. Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium bertengger diangka Rp12.110 per kg, naik Rp20 tiap kg-nya. Hal tersebut tentu memberi dampak besar pada kehidupan masyarakat.
Menurut pengamat pertanian, Khudori mengatakan, harga beras mahal disebabkan beberapa faktor. Pertama, siklus panen di mana saat musim gadu harga gabah atau beras akan lebih tinggi dari musim panen raya. Kedua, produksi beras yang menurun. Hal ini membuat persediaan pasokan dan permintaan tak seimbang. Ketiga, dampak El-Nino yang meluas dan menyebabkan perubahan cuaca ekstrem. Sehingga mengakibatkan lonjakan harga pada sejumlah komoditas pangan termasuk beras. Keempat, efek dinamika global yang tercermin dari kebijakan-kebijakan negara eksportir beras yang cenderung membatasi. Salah satunya India, sejak bulan Juli lalu menutup ekspor beras. Tentu saja hal tersebut berdampak pada kenaikan harga beras di Indonesia. (cnbcindonesia.com, 22 Agustus 2023)
Harga Beras Melambung Sebabkan Krisis Pangan
Melihat fakta di atas, dengan melonjaknya harga beras dapat memberi dampak negatif pada masyarakat. Bagi yang berpenghasilan menengah ke atas, mereka akan mampu membeli beras sekalipun harga naik. Akan tetapi lain cerita jika masyarakat yang memiliki pendapatan minim, bukan hanya beras yang tak dapat dijangkau, kebutuhan pokok lainnya pun akan sulit mereka penuhi. Akhirnya, tidak sedikit masyarakat yang beralih mengonsumsi jagung, singkong, sebagai pengganti beras.
Harga jual yang tinggi memang menguntungkan para petani. Namun tidak semua petani mendapatkan hal yang sama. Karena sebagian dari mereka tidak mempunyai modal atau dana besar untuk menanam padi. Sehingga, secara otomatis mereka beralih pada pertanian lainnya yang modalnya dapat dijangkau. Seperti menanam palawija dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk diri sendiri atau dijual dengan harga murah. Jika sudah demikian, krisis pangan tidak dapat terhindarkan.
Sistem Kapitalisme Membuat Kedaulatan Negara Tergadai
Indonesia dengan segala potensi besar yang dimilikinya, ternyata tidak membuatnya menjadi negeri gemah ripah loh jinawi (kondisi masyarakat dan wilayah yang subur makmur). Realitasnya, bentangan lahan terhampar luas tak mampu menghasilkan bahan pokok yang memadai. Beras salah satunya komoditas ini senantiasa bergantung pada ekspor. Meskipun pemerintah berusaha menormalisasi harga beras melalui ekspor, operasi pasar, dan lainnya, namun nyatanya harga beras tak kunjung turun.
Terlebih, pemerintah India mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor beras. Maka, dampaknya pun akan sangat terasa bagi negara yang ketergantungan seperti Indonesia. Bukan karena pasokan beras terbatas, akan tetapi kebijakan tersebut mengguncang harga di tanah air. Artinya, Indonesia sangat terpengaruh dengan aturan pasar internasional. Tentu saja, hal ini mencerminkan lemahnya kedaulatan negara dan ketahanan pangan di Indonesia.
Hingga saat ini, dapat dipastikan Indonesia masih bergantung pada ekspor termasuk komoditas bahan pokok. Berbagai dalih diutarakan, salah satunya yakni keterbatasan lahan pertanian. Bagaimana tidak, lahan yang semestinya dipergunakan untuk menanam segala macam bahan pokok, kini beralih fungsi menjadi perumahan dan industri. Tak sedikit hal tersebut dibangun di lahan yang subur. Akibatnya, luas lahan pertanian semakin sempit. Meskipun ada upaya dari pemerintah terkait hal ini melalui UU No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, namun faktanya tidak sesuai. Sebab pemasukan pajak dari dunia industri dan perumahan sangat menggiurkan.
Karut-marutnya problem yang minim solusi ini, akibat negara menerapkan sistem Kapitalisme. Di mana negara memosisikan diri sebagai regulator antara masyarakat dan pemilik modal. Negara memfasilitasi pemilik kapital untuk menguasai berbagai macam produksi melalui mekanisme pasar yang dibutuhkan masyarakat, termasuk beras di dalamnya. Juga membiarkan korporat menguasai tata kelola pangan dan berbagai macam proses produksinya melalui kebijakan dan arahannya. Sehingga kedaulatan negara tergadai, kemandirian dalam mengelola pangan bukan di tangan negara melainkan korporat.
Pengaturan Dalam Islam
Islam sebagai agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia agar sesuai dengan ketentuan Sang Pencipta alam semesta, yakni Allah Ta’ala. Tentu saja, aturan Islam baik dan membawa manfaat pada manusia, alam semesta, dan kehidupan. Begitu juga dengan aturan Islam terkait kebutuhan manusia, salah satunya beras sebagai sumber kebutuhan dasar.
Ketahanan pangan kita memang masih lemah. Dalam perspektif Islam, negara wajib memberikan subsidi yang cukup bagi para petani agar mereka dapat memproduksi pangan, dengan biaya produksi ringan. Sehingga keuntungan yang mereka peroleh juga besar. Sebab, pangan adalah masalah strategis, di mana negara tidak boleh tergantung kepada negara lain. Ketergantungan pangan terhadap negara lain bisa mengakibatkan negara akan dengan mudah dijajah dan dikuasai.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya, negara wajib melaksanakan politik pertanian Islam. Di ntaranya, melakukan ekstensifikasi, yakni berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan meminimalkan alih fungsi lahan. Selain itu, melakukan intensifikasi, adalah meningkatkan kualitas yang dapat mendukung keberlangsungan proses pertanian. Seperti, pupuk, benih, dan lainnya. Hal tersebut diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil, sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun terpenuhi.
Islam memandang sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa). Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara. Bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain. Oleh karena itu tentunya, kebijakan pangan Daulah Islam harus dijaga dari unsur dominasi dan dikte negara asing serta mempertimbangkan kelestarian lingkungan ke depan, bukan semata-mata target produksi sebagaimana dalam sistem Kapitalisme.
Oleh karenanya, perhatian negara dalam sistem Islam pun harus dicurahkan untuk mengoptimalisasikan pengelolaan pertanian ini, agar kebutuhan pangan untuk rakyat terpenuhi. Langkah optimalisasi pengelolaan ini dilaksanakan dengan kebijakan yang harus sesuai dengan ketetapan hukum syara, agar kesejahteraan dan keadilan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka menduatakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka sesuai dengan apa telah mereka kerjakan.” (QS Al-‘Araf : 96).
Wallahua’lam bish shawab.