SAMARINDA (Arrahmah.com) – Penjualan uang yang terjadi disaat menjelang lebaran sudah menjadi fenomena yang umum terjadi di masyarakat, namun bila tidak sesuai dengan syariat Islam maka haram hukumnya.
“Saya melihat fenomena penjualan uang sudah mulai kebablasan, ini perlu penertiban selama bulan puasa dan menjelang lebaran. Ada yang biasa menjual uang hingga keuntungan mencapai 20 persen, itu riba hukumnya,” kata Ketua MUI Samarinda, KH Zaini Main, Kamis (18/8/2011).
Namun, menurutnya, tidak keseluruhan penjualan uang merupakan haram. Bila yang dilakukan adalah transaksi biasa tidak menjadi masalah dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Ia memberi contoh, jika ada masyarakat yang ingin bersedekah untuk anak-anak yang menjual uang pecahan, daripada mengantri menukar di Bank Indonesia. Namun tentunya harus dengan harga yang wajar. Ajaran agama mengatakan, yang melebihkan uang dan yang melebih-lebihkannya, keduanya akan masuk neraka.
“Contohnya, dari Rp100 ribu untung Rp3 ribu-Rp5 ribu, itu wajar. Tetapi bila dari Rp100 ribu untung Rp10 ribu, bahkan Rp20 ribu, itu riba namanya, haram,” tegas Zaini. (tbn/arrahmah.com)