JAKARTA (Arrahmah.com) – Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, ternyata hanya segelintir sekolah di Bali yang membolehkan siswinya berjilbab. Tidak habis jari tangan untuk menghitung sekolah-sekolah itu. Ironi ini untuk menunjukkan saking banyaknya sekolah negeri di Bali yang berlaku zhalim dengan melarang siswi Muslimahnya mengenakan jilbab di sekolah.
Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim dengan Ketuanya Helmi Al Djufri telah melakukan investigasi larangan berjilbab bagi pelajar muslimah se Provinsi Bali. Hal ini untuk mengumpulkan data tentang persoalan jilbab siswi Muslimah di Bali. Hasilnya Tim Advokasi telah mendata 40 sekolah yang melarang jilbab di sekolah, dari angka itu baru 31 sekolah yang dilaporkan kepada Direktur Pembinaan SMA Dikdasmen Kemendikbud, 9 sekolah lagi masih dalam penyusunan laporan.
“Dari 40 sekolah tersebut merupakan sample dari perwakilan Kabupaten dan Kota se Provinsi Bali, karena latar belakang pelarangan, modus dan tujuannya hampir rata-rata sama,” kata Helmi secara tertulis kepada arrahmah.com.
Setelah melakukan investigasi selama satu bulan lebih, Tim Advokasi juga memprediksi jumlah sekolah yang melakukan pelarangan lebih banyak dari dugaan awal. Helmi mengungkapkan “Karena terlalu banyaknya sekolah yang melarang atau mudahnya menemukan sekolah yang melarang sehingga muncul pertanyaan yang tepat untuk situasi tersebut adalah berapa sekolah Negeri yang membolehkan murid muslimah berjilbab?”
Tim Advokasi bersama Ketua I PB PII (Pelajar Islam Indonesia), Afif Muchrom selanjutnya menyampaikan laporan hasil investigasi tersebut kepada Direktur Pembinaan SMA Dikdasmen Kemendikbud, Harris Iskandar Rabu (5/3/2014) .
Laporan yang disampaikan berupa satu bundle yang memuat: laporan perkembangan/laporan kerja Tim Advokasi sejak Oktober 2013 hingga Februari 2014, Draft Perkara larangan jilbab, Daftar sekolah yang melarang penggunaan jilbab, dokumen advokasi larangan jilbab tahun 2002, dan Press Release.
Dalam pertemuan itu Ketua Tim menyampaikan bahwa pelarangan jilbab di sekolah-sekolah Negeri se Propinsi Bali telah terjadi puluhan tahun yang lalu yakni sekitar sejak tahun 1980an. Artinya ada faktor kesengajaan Pemerintah Daerah, Kepala Sekolah dan para guru dalam memberlakukan pelarangan tersebut. Pandangan ini didasarkan pada pernyataan para Kepala Sekolah yang diwawancarai oleh Tim Advokasi di masing-masing sekolahnya.
Ketika menyatakan pelarangan jilbab di sekolah, kata Helmi, justru dengan bangga mengatakan bahwa ‘aturan sekolah harus ditaati’.
“Seperti ada mind set yang sangat keliru bahwa menggunakan jilbab di sekolah merupakan bukan sesuatu yang harus diakomodir, justru sebaliknya siswi Muslimah yang ingin berjilbab dituntut meminta kesadarannya dan toleransinya demi keseragaman, jangan memaksakan kehendak,” ujarnya.
“Parahnya lagi adalah mind set para Kepala Sekolah dan guru, bahwa di sekolah Negeri tidak boleh menggunakan jilbab karena ini sekolah umum, bukan sekolah khas keagamaan, jadi sekolah Negeri harus seragam semua tidak boleh ada yang berbeda. Murid yang ingin menggunakan jilbab justru disalahkan karena tidak mentaati aturan sekolah, serta tidak memiliki kesadaran toleransi, bahkan dianjurkan untuk pindah sekolah jika masih berkeras hati menggunakan jilbab,” ungkap Helmi. (azm/arrahmah.com)