XINJIANG (Arrahmah.com) – Bentrokan di wilayah barat Cina Xinjiang, rumah bagi sebagian besar Muslim Uighur yang merupakan minoritas di negara itu, telah menyebabkan hampir 100 orang tewas atau terluka, sebagaimana dilansir oleh Al Jazeera, Rabu (30/7/2014).
Angka kematian yang diumumkan pada Rabu (30/7) terjadi setelah serangan itu dilaporkan oleh media pemerintah Cina pada Selasa (29/7).
Xinhua, kantor berita resmi Cina, menggambarkan insiden tersebut sebagai “serangan teroris”, dan mengatakan bahwa geng yang bersenjatakan pisau dan kapak telah menyerang kantor polisi dan kantor-kantor pemerintah, sebelum melanjutkan serangannya ke sebuah kota kecil.
“Petugas polisi di tempat kejadian itu menembak mati puluhan anggota massa,” kata kantor berita Xinhua.
Xinhua tidak memberikan rincian tepat dari korban itu, tetapi Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia, mengatakan dalam sebuah email bahwa hampir 100 orang tewas dan terluka selama bentrokan itu.
Raxit mengatakan sebelumnya bahwa lebih dari 20 Uighur tewas dan 10 luka-luka, sementara sebanyak 13 personel bersenjata Cina tewas atau terluka dan sekitar 67 orang ditangkap.
Kekerasan itu meletus di wilayah Shache, atau Yarkant dalam bahasa Uighurnya, dekat tepi gurun Taklamakan di bagian barat wilayah yang luas itu.
Di antara insiden yang lain adalah serangan yang terjadi di sebuah pasar di ibukota Xinjiang, Urumqi, pada bulan Mei yang mengakibatkan 39 orang tewas, dan serangan oleh penyerang yang membawa pisau di sebuah stasiun kereta api di Kunming di barat daya Cina pada bulan Maret, yang menewaskan 29 oran.
Kata Raxit, kekerasan itu terjadi ketika Uighur bangkit untuk melawan kebijakan penguasa Cina yang ekstrim dan bertemu dengan represi bersenjata yang mengakibatkan korban tewas dan terluka di kedua belah pihak“, AFP melaporkan.
Cina umumnya menyalahkan kelompok separatis dari Xinjiang atas serangan yang telah berkembang selama tahun lalu dan menyebar di luar wilayah yang kaya sumber daya alam itu.
Kelompok HAM menuding pemerintah Cina melakukan penindasan budaya dan agama yang menjadi pemicu kerusuhan di Xinjiang, yang berbatasan dengan Asia Tengah.
(ameera/arrahmah.com)