JAKARTA (Arrahmah.com) Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai penyelesaian kasus penyadapan Australia terhadap sejumlah pejabat Indonesia hambar dan tidak memperlihatkan ketegasan Indonesia. Hal itu terkait sikap Presiden Susilo Bambang Yuhoyono ketika menyikapi surat balasan dari Perdana Menteri Australia Tony Abbott.
“Presiden tidak memperlihatkan ketegasan Indonesia yang tidak senang dengan praktik kotor penyadapan,” kata Hikmahanto, rilis Tribunnews.com Rabu (27/11/2013).
Hikmahanto menekankan perlunya ketegasan, tidak hanya untuk kepentingan hubungan dengan Australia tetapi terhadap negara-negara yang secara aktif atau membantu dilakukannya penyadapan terhadap Indonesia, seperti Singapura dan Korea Selatan.
“Presiden lebih memperhatikan pandangan subyektif dirinya sendiri dan jajarannya dalam merespon surat balasan PM Abbott,” tambahnya.
Hingga hari ini, tidak ada kata maaf yang terucap dari Abott. yang ada PM Australia itu malah menyalahkan media massa Indonesia yang membesar-beasarkan berita penyadapan. Namun SBY terlihat sangat lembek dan mengabaikan pandangan publik Indonesia. Padahal kemarahan terhadap Australia tidak seharusnya dimonopoli oleh Presiden.
Presiden dalam pernyataannya juga tidak tegas karena masih menggantungkan pemulihan hubungan dengan Australia dengan sejumlah syarat, seperti pembicaraan Menlu atau Utusan Khusus dengan mitranya, pembuatan protokol dan lain-lain.
“Padahal bila Presiden mau Presiden bisa lakukan tindakan tegas tanpa apaun syarat dan fase berikutnya adalah masuk langsung ke fase penyembuhan hubungan (healing process),” kata Hikmahanto. (azm/arrahmah.com)