JAKARTA (Arrahmah.id)– Nama Encep Nurjaman, atau lebih dikenal sebagai Hambali,
kembali mencuat ke permukaan. Pria asal Cianjur, Jawa Barat, ini telah ditahan selama lebih dari 20 tahun di Guantanamo Bay, Amerika Serikat, tanpa proses pengadilan. Tuduhan keterlibatannya dalam sejumlah serangan terorisme, termasuk bom Bali 2002, membuatnya menjadi tahanan dengan label “berbahaya.” Namun, hingga kini, ia belum diberi kesempatan untuk membela diri.
Menyikapi kondisi tersebut, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Hukum dan HAM dalam Kabinet Prabowo Subianto, menyatakan kesiapannya untuk memperjuangkan pembebasan Hambali atas dasar kemanusiaan. Dalam pernyataan yang dikutip dari Kompas.com, (20/01/2025), Yusril menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk membenarkan tindakan kejahatan, melainkan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
“Hambali telah ditahan tanpa proses pengadilan selama dua dekade. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip dasar hak asasi manusia. Setiap orang, tidak peduli seberapa berat tuduhannya, berhak mendapatkan pengadilan yang adil,” ujar Yusril.
Sebagai seorang ahli hukum tata negara yang memiliki rekam jejak panjang dalam memperjuangkan isu HAM, Yusril menambahkan bahwa pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi warganya di luar negeri. “Saya siap bekerja sama dengan lembaga internasional dan otoritas terkait agar Hambali mendapat haknya sebagai manusia dan warga negara Indonesia,” tambahnya.
Hambali, yang lahir pada 1964, sempat belajar di pesantren sebelum akhirnya bergabung dengan jaringan Islam internasional. Namun, perjalanan hidupnya berubah drastis saat ia ditangkap oleh otoritas Amerika Serikat pada 2003. Hingga kini, ia menjalani kehidupan di balik jeruji Guantanamo tanpa kejelasan nasib. Penahanan ini telah menuai kritik dari berbagai organisasi HAM dunia, yang menyebut Guantanamo sebagai lambang ketidakadilan.
Yusril, yang kini menjabat sebagai menteri dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto, juga menyinggung perlunya reformasi dalam penanganan kasus terorisme global. “Kita tidak bisa melawan kejahatan dengan melanggar hak asasi manusia. Indonesia harus menunjukkan komitmen terhadap HAM di kancah internasional,” katanya.
Langkah Yusril mendapat respons positif dari keluarga Hambali. “Kami sangat berharap ada titik terang. Hambali hanya ingin membela diri, karena selama ini dia tidak pernah diberi kesempatan untuk bicara,” ujar salah satu anggota keluarga, sebagaimana dikutip dari Tempo.co, (19/01/2025).
Dengan langkah ini, Yusril berharap kasus Hambali menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan terorisme tidak boleh mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Guantanamo Bay, yang selama ini menjadi simbol penahanan tanpa pengadilan, telah lama dikritik oleh masyarakat internasional, termasuk Indonesia.
Kasus ini menjadi ujian bagi Indonesia dalam menunjukkan perannya sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan HAM di panggung global.
(Samirmusa/arrahmah.id)