Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh
Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Aceh
(Arrahmah.id) – Hambali, juga dikenal sebagai Encep Nurjaman, memang mantan anggota Al Qaeda dan organisasi teroris Indonesia Jemaah Islamiyah. Saat ini dia ditahan oleh Amerika Serikat di Guantanamo Bay. Hambali adalah teman baik saya, saya memanggilnya dengan panggilan “Ustadz Hambali” ketika di Malaysia dan Indonesia.
Hambali, juga dikenal sebagai Encep Nurjaman, lahir pada 4 April 1964 di Cianjur, Jawa Barat, Indonesia. Dia adalah mantan pemimpin militer dari organisasi teroris Indonesia, Jemaah Islamiyah (JI). Hambali juga dikenal dengan beberapa nama alias lainnya, termasuk Riduan Isamuddin dan Nurjaman Riduan Isamuddin.
Hambali pertama kali terlibat dengan Jemaah Islamiyah saat masih remaja dan kemudian pergi ke Afghanistan pada tahun 1983 untuk berperang melawan Uni Soviet selama Perang Soviet-Afghanistan. Selama tiga tahun sebagai mujahid, dia bertemu dengan Osama bin Laden.
Hambali menjadi perhatian internasional setelah serangan bom Bali pada tahun 2002, di mana 202 orang tewas. Dia ditangkap dalam operasi gabungan oleh CIA dan polisi Pakistan pada tahun 2003 dan saat ini ditahan di penjara Guantanamo Bay.
Sedangkan untuk Al Qaeda, organisasi ini masih ada tetapi telah sangat dilemahkan selama bertahun-tahun karena upaya kontra-terorisme yang tak kenal lelah. Kelompok ini telah kehilangan banyak pemimpin utamanya, termasuk Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri. Meskipun keberadaan Al Qaeda di Afghanistan dan Suriah telah berkurang, mereka masih memiliki afiliasi di wilayah lain, terutama di Afrika dan Yaman.
Pemulangan Hambali memang menjadi isu yang kompleks dan kontroversial. Di satu sisi, ada argumen bahwa pemulangan Hambali penting untuk kepastian hukum dan supremasi hukum. Di sisi lain, ada paranoia tentang potensi risiko keamanan yang mungkin timbul dari pemulangan tersebut. Secara etnografi “gelap”, saya telah meneliti tentang Jamaah Islamiyah sejak lama dan melihat banyak ide milenarian yang berkembang secara liar di dalam gerakan ekstremis ini.
Amerika Serikat telah menghadapi kritik terkait penahanan tanpa pengadilan di Guantanamo Bay, yang dianggap oleh banyak pihak sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Pemulangan Hambali sangat penting untuk kepastian hukum. Ini adalah aib terbesar Amerika Serikat yang selalu mengusung demokrasi tapi tidak ada supremasi hukum. Hukum tidak lagi dihormati di AS. Sudah 20 tahun lebih Hambali ditangkap di Pakistan, terus dibawa ke Guantanamo, tapi AS tidak bisa menyimpulkan apa pun dari Hambali. AS sudah sangat dekaden secara hukum. Dalam konteks ini, pemulangan Hambali ke Indonesia bisa menjadi langkah penting untuk menunjukkan komitmen terhadap supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Namun, penting juga untuk mempertimbangkan langkah-langkah keamanan yang diperlukan untuk memastikan bahwa pemulangan tersebut tidak menimbulkan risiko baru bagi keamanan nasional dan internasional.
Memang benar bahwa Jamaah Islamiyah (JI) telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Banyak anggotanya yang telah meninggalkan jalan kekerasan dan terorisme, serta menyesali tindakan mereka di masa lalu. Ini adalah langkah positif menuju perdamaian dan rekonsiliasi.
Jamaah Islamiyah (JI) adalah kelompok “teroris” yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Organisasi ini berupaya mendirikan negara Islam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, dan Filipina.
JI pertama kali muncul sebagai pecahan (faksi) dari organisasi Darul Islam (DI), sebuah gerakan Islam radikal di Indonesia pada tahun 1940-an. Pada masa Orde Baru, Sungkar dan Baasyir melarikan diri ke Malaysia dan mulai membentuk kelompok Islamis serta memfasilitasi perjalanan ke Afghanistan bagi muslim di Asia Tenggara yang ingin bergabung melawan Soviet.
Setelah reformasi 1998, JI kembali ke Indonesia dan mulai melakukan serangkaian serangan teroris, termasuk bom Bali pada tahun 2002 yang menewaskan 202 orang. Serangan-serangan lainnya termasuk pengeboman Hotel Marriott pada tahun 2003, Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, dan bom Bali kedua pada tahun 2005.
Pada tahun 2021, pihak berwenang Indonesia meluncurkan operasi penumpasan yang eksesif dengan tuduhan JI beroperasi dengan menyamar sebagai partai politik. Akhirnya, pada akhir tahun 2024, tokoh-tokoh JI sendiri memutuskan untuk membubarkan organisasi tersebut dan menyesali tindakan mereka di masa lalu dan mengakhiri fitnah ini untuk selamanya.
Memang penting untuk tetap waspada dan memastikan bahwa ideologi terorisme tidak muncul kembali dalam bentuk lain. Upaya pencegahan terorisme harus terus dilakukan, termasuk melalui pendidikan, dialog antaragama, dan penegakan hukum yang adil.
Kepastian hukum adalah fondasi dari masyarakat yang adil dan beradab. Tanpa penghormatan terhadap hukum, nilai-nilai dasar seperti keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia bisa terancam. Pemulangan Hambali bisa menjadi simbol penting dari komitmen terhadap supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Namun, penting juga untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan yang memadai diambil untuk mencegah potensi risiko yang mungkin timbul. Ini adalah keseimbangan yang sulit, tetapi sangat penting untuk menjaga integritas hukum sambil memastikan keamanan nasional dan internasional.***
(*/arrahmah.id)