GAZA (Arrahmah.com) – Hamas pada Kamis (23/4/2020) menolak pernyataan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang mendukung aneksasi bagian-bagian Tepi Barat.
“Sikap Amerika tentang mencaplok Tepi Barat adalah ilegal dan tidak sesuai dengan hukum internasional,” kata kepala media Hamas, Raafat Murra, seperti dikutip oleh Anadolu Agency. Dia menggambarkan sikap AS yang “berpihak pada ‘Israel’, mengabaikan hak-hak historis rakyat Palestina, dan mengabaikan masalah Palestina.”
Murra meminta Palestina “untuk bersatu dan berdiri bersama untuk menghadapi sikap Amerika.”
Pada Rabu, Pompeo mengatakan terserah “Israel” apakah akan mencaplok bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki atau tidak. “Adapun pencaplokan Tepi Barat, ‘Israel’ pada akhirnya akan membuat keputusan itu,” katanya kepada wartawan, menambahkan bahwa AS akan “bekerja sama dengan mereka untuk berbagi dengan mereka pandangan kami tentang hal ini dalam pengaturan pribadi.”
Sebagai tanggapan, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, bersumpah bahwa pemerintahnya akan mempertimbangkan semua perjanjiannya dengan “Israel” dan AS “sepenuhnya dihapuskan jika ‘Israel’ mulai menerapkan rencana aneksasi.”
Perdana Menteri “Israel”, Benjamin Netanyahu, dan kepala koalisi Biru dan Putih (Kahol Lavan), Benny Gantz, menandatangani perjanjian pada Senin untuk membentuk pemerintahan darurat nasional, berdasarkan prinsip pembagian kekuasaan.
Perjanjian koalisi mengklaim bahwa sementara pemerintah baru akan mengusahakan perdamaian dan stabilitas regional, rencana untuk memperluas kedaulatan “Israel” ke permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki dapat maju. Kesepakatan itu menetapkan “menganeksasi Lembah Jordan [yang diduduki] dan permukiman ‘Israel’ di Tepi Barat [yang diduduki] pada awal Juli.”
Para pejabat Palestina mengatakan rencana itu akan mengarah pada aneksasi “Israel” lebih dari 30 persen dari seluruh Tepi Barat.
Langkah itu datang sebagai bagian dari apa yang disebut “kesepakatan abad ini” AS yang diusulkan pada Januari yang dianggap memberi “Israel” segala yang diminta dan memberi rakyat Palestina jauh lebih sedikit daripada negara yang mereka inginkan.
(fath/arrahmah.com)