GAZA (Arrahmah.id) – Seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan dalam sebuah wawancara dengan jaringan berita Lebanon Al-Mayadeen bahwa Hamas tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan Doha hari ini.
Berbicara kepada Al-Mayadeen, Ahmed Abdel Hadi mengatakan bahwa Hamas “menolak dimulainya negosiasi tanpa bergantung pada proposal terakhir yang diajukan pada 2 Juli,” karena Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu telah menetapkan persyaratan baru yang akan merusak negosiasi.
“Suasana saat ini adalah suasana tipu daya dan penundaan oleh Netanyahu, yang mengulur waktu sementara persiapan dilakukan untuk menanggapi pembunuhan Ismail Haniyeh dan Fuad Shukr,” kata Abdel Hadi kepada Al-Mayadeen.
“Perundingan ini diperkirakan akan kembali ke kondisi sebelumnya, yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat Palestina,” imbuhnya, seraya menekankan bahwa Hamas “tidak akan terlibat dalam negosiasi yang memberikan perlindungan bagi Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya.”
Menurut Abdel Hadi, pembunuhan Haniyeh dan pembantaian jamaah di sekolah Taba’in menunjukkan niat Netanyahu untuk meningkatkan agresi ‘Israel’ di Gaza.
Hamas yakin bahwa negosiasi hari ini akan dimulai dari titik yang bahkan belum mencapai titik nol. Oleh karena itu, Hamas menganggap tidak produktif untuk memulai dari titik-titik yang telah diselesaikan.”
Namun, Abdel Hadi menegaskan kembali bahwa “jika ada komitmen penuh terhadap perjanjian 2 Juli, gerakan ini siap untuk diskusi terperinci.”
“Netanyahu itu penipu”
Maher al-Taher, pemimpin Front Populer untuk Pembebasan Palestina, menyuarakan sentimen ini dengan menyatakan bahwa “Netanyahu bersikap menipu dalam hal memulai kembali perundingan”.
Kelompok perlawanan itu menegaskan bahwa mereka “tidak akan berpartisipasi dalam perundingan yang akan berujung pada pembantaian lebih lanjut terhadap rakyat Palestina”, kata al-Taher, seraya menambahkan bahwa sikap ini dapat berubah jika kelompok perlawanan itu menerima jaminan khusus dari para mediator.
Pernyataan Tripartit
Negosiasi dijadwalkan akan berlangsung pada hari ini, Kamis (15/8/2024) di ibu kota Qatar, Doha, menyusul undangan dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat untuk melanjutkan pembicaraan.
Hal ini terjadi di tengah risiko meningkatnya perang akibat tindakan ‘Israel’ yang menargetkan Lebanon dan Iran serta pembunuhan Ismail Haniyeh dan Fuad Shukr, di mana Iran dan Hizbullah mengancam akan membalas.
Sebelumnya, Hamas menyatakan bahwa pihaknya tidak melihat pernyataan tripartit Qatar-Mesir-Amerika sebagai “dasar yang kuat” untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Dalam beberapa hari terakhir, gerakan tersebut telah berulang kali mendesak para mediator di Qatar dan Mesir untuk mengusulkan rencana untuk melaksanakan perjanjian yang dicapai pada 2 Juli, daripada terlibat dalam negosiasi baru.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas menjelaskan bahwa tuntutannya didasarkan pada penolakan ‘Israel’ dan pembantaian berkelanjutan terhadap rakyat Palestina, meskipun gerakan tersebut menawarkan fleksibilitas dan sikap positif untuk mencapai tujuan rakyat, menghentikan pertumpahan darah, dan menghentikan genosida.
Hamas telah menyetujui proposal tersebut pada 6 Mei dan menyambut baik pengumuman Presiden AS Joe Biden dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2735, yang menyerukan gencatan senjata. (zarahamala/arrahmah.id)