GAZA (Arrahmah.id) – Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, mengonfirmasi kesediaannya untuk terlibat dalam pertukaran tawanan potensial dengan ‘Israel’, menyetujui daftar 34 tawanan yang diberikan oleh pemerintah ‘Israel’.
Namun, kelompok tersebut telah memperjelas bahwa mereka hanya akan melanjutkan pertukaran tersebut jika sejumlah persyaratan tertentu terpenuhi, termasuk penarikan pasukan ‘Israel’ dari Gaza, gencatan senjata, dan pembebasan tahanan Palestina.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa meskipun kelompok tersebut telah menunjukkan fleksibilitas dengan mempertimbangkan daftar tawanan ‘Israel’, ‘Israel’ belum menanggapi tuntutan Hamas untuk menghentikan serangannya ke Gaza. Menurut pejabat tersebut, perjanjian apa pun yang gagal memenuhi tuntutan utama ini akan ditolak.
Hamas telah menyatakan bahwa persyaratan ini—penarikan pasukan ‘Israel’ dan gencatan senjata—tidak dapat dinegosiasikan untuk mengakhiri kekerasan yang sedang berlangsung.
Pejabat itu juga menekankan komitmen Hamas untuk menjamin pembebasan tahanan Palestina dan memperbaiki kondisi kemanusiaan yang buruk di Gaza. Namun, mereka memperingatkan bahwa penolakan ‘Israel’ untuk memenuhi persyaratan ini dapat menyebabkan eskalasi lebih lanjut dan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.
Negosiasi Terus Berlanjut
Harian ‘Israel’ Yedioth Ahronoth melaporkan kemarin (5/1/2025) bahwa pejabat ‘Israel’ menganjurkan pertukaran tahanan terbatas satu kali, yang akan melibatkan pembebasan sejumlah tawanan ‘Israel’ tertentu.
Pemerintah Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu dilaporkan telah menyusun kesepakatan untuk mengamankan pertukaran terbatas ini, meskipun ada penentangan signifikan dari berbagai faksi dalam lembaga politik ‘Israel’.
Surat kabar itu juga mengungkapkan bahwa kepala Mossad David Barnea akan melakukan perjalanan ke Doha hari ini (6/1) untuk terlibat dalam pembicaraan penting, ditemani oleh Brett McGurk, utusan Timur Tengah Presiden AS Joe Biden yang akan segera lengser.
Upaya mediasi dianggap berada pada titik krusial, terutama setelah video terbaru yang dirilis oleh Hamas memperlihatkan tawanan ‘Israel’ Liri Albagh, yang mengkritik pemerintah ‘Israel’ karena gagal membebaskan para tahanan.
Meskipun ada langkah-langkah diplomatik ini, Yedioth Ahronoth mencatat bahwa pemerintah ‘Israel’ enggan membahas fase lebih lanjut dari perjanjian damai sampai fase pertama—yang menyangkut pertukaran tahanan langsung—telah diselesaikan.
Strategi Netanyahu, menurut laporan, bertujuan untuk menenangkan mitra koalisi sayap kanan sambil menghambat kemajuan pada isu yang lebih besar seperti penarikan pasukan dan gencatan senjata.
Seorang sumber militer senior ‘Israel’ mengungkapkan bahwa situasi saat ini jauh dari ideal. Mereka mencatat bahwa, meskipun kesepakatan pertukaran kecil dapat dicapai dalam jangka pendek, hal itu mungkin tidak mengarah pada terobosan yang lebih besar dalam negosiasi, dan bahkan mungkin mengurangi daya tawar Hamas di masa mendatang.
“Kita harus mengakui bahwa kesepakatan apa pun pada tahap ini tidak akan komprehensif, dan berisiko memperpanjang konflik,” kata sumber tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)