GAZA (Arrahmah.id) – Hamas pada Kamis (6/6/2024) mengatakan bahwa usulan gencatan senjata Gaza yang diajukan oleh Presiden AS Joe Biden adalah “hanya kata-kata” dan kelompok perlawanan Palestina tersebut belum menerima komitmen tertulis terkait gencatan senjata.
Biden mempresentasikan apa yang disebutnya sebagai rencana tiga tahap “Israel” yang akan mengakhiri konflik, membebaskan semua sandera, dan mengarah pada rekonstruksi wilayah Palestina yang hancur tanpa Hamas berkuasa.
Namun Osama Hamdan, seorang pejabat Hamas yang berbasis di Beirut, mengatakan kepada Agence France-Presse (AFP): “Tidak ada proposal -itu hanya kata-kata yang diucapkan Biden dalam sebuah pidato.”
“Sejauh ini, Amerika belum menunjukkan sesuatu yang didokumentasikan atau tertulis yang mengikat mereka pada apa yang dikatakan Biden dalam pidatonya,” katanya dari ibu kota Lebanon.
Hamdan mengatakan Biden “mencoba menutupi penolakan Israel” terhadap kesepakatan lain yang ditawarkan sebelumnya pada Mei, yang telah disetujui oleh Hamas.
Ia mengatakan Hamas bersedia menerima kesepakatan apapun yang memenuhi tuntutan utama gerakannya yaitu gencatan senjata permanen di Gaza dan penarikan pasukan “Israel” sepenuhnya dari wilayah tersebut.
Amerika Serikat telah mendesak Hamas untuk menerima kesepakatan tersebut dan mengatakan bahwa mereka sedang menunggu tanggapan.
“Kami pikir ini harus menjadi prioritas mendesak untuk menyelesaikan gencatan senjata ini, untuk mulai meringankan penderitaan yang terjadi setiap hari di Gaza,” klaim juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, kepada para wartawan di Washington.
“Jadi kami berharap ada tanggapan dari Hamas sesegera mungkin, dan kami terus menunggu,” katanya.
Tak lama setelah Biden meluncurkan rencana tersebut, Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa peta jalan tersebut hanya “sebagian.”
Amerika Serikat, bersama dengan Qatar dan Mesir, telah terlibat dalam negosiasi selama berbulan-bulan mengenai rincian gencatan senjata di Gaza.
Namun, kecuali jeda selama tujuh hari yang dimulai pada November, yang berujung pada pembebasan lebih dari 100 sandera, tidak ada jeda dalam konflik tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)