GAZA (Arrahmah.id) – Seorang petinggi Hamas pada Rabu (28/8/2024) mendesak para mahasiswa di seluruh dunia untuk kembali melakukan aksi protes untuk menuntut penghentian dukungan AS dan internasional kepada “Israel”, yang terus menyerang Gaza dan melancarkan operasi militer di Tepi Barat.
“Dengan kembalinya tahun ajaran baru dan semakin dekatnya peringatan pertama operasi Banjir Al-Aqsa (pada 7 Oktober), harus ada persiapan di semua lini untuk mengirim pesan kepada Washington dan dunia agar menghentikan agresi ke Gaza,” ujar Khaled Mashal, mantan kepala biro politik Hamas yang juga pemimpin diaspora Hamas, dalam sebuah konferensi di Istanbul untuk memperingati peristiwa terbakarnya Masjid Al Aqsa pada tahun 1969.
“Jangan tinggalkan Gaza sendirian,” kata Mashal, dan mendesak orang-orang di seluruh dunia untuk memulai kegiatan-kegiatan yang mendukung Gaza, lansir Anadolu.
Pada 18 April, para mahasiswa pro-Palestina di Universitas Colombia di Amerika Serikat menggelar aksi menuntut penghentian investasi universitas tersebut yang terkait dengan Israel dan juga genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Aksi mahasiswa ini kemudian meluas ke lebih banyak universitas di AS dan Eropa, termasuk Prancis, Jerman, Italia, Inggris, dan Kanada.
Mengomentari perkembangan di Tepi Barat bagian utara yang diduduki “Israel” dan operasi militer besar “Israel”, pemimpin Hamas mengatakan: “Situasi ini membutuhkan perjuangan terbuka, mereka (Israel) secara terbuka memerangi kami dan kami akan secara terbuka menentang mereka,” dan menambahkan bahwa hal itu membutuhkan peningkatan serangan bersenjata terhadap “Israel”.
Pada Rabu, tentara “Israel” melancarkan operasi militer besar-besaran di Tepi Barat bagian utara, yang merupakan yang terbesar dalam dua dekade terakhir. Penggerebekan dilakukan di bagian utara wilayah pendudukan, termasuk di gubernuran Nablus, Tulkarem, Jenin dan Tubas.
Ketegangan telah meningkat di Tepi Barat yang diduduki di tengah serangan brutal “Israel” di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 40.500 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak 7 Oktober tahun lalu.
Lebih dari 660 warga Palestina telah terbunuh dan hampir 5.400 lainnya terluka di Tepi Barat yang diduduki, menurut data Palestina.
Dalam sebuah opini penting pada 19 Juli, Mahkamah Internasional menyatakan pendudukan “Israel” atas tanah Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun sebagai tindakan yang melanggar hukum dan menuntut pengosongan semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. (haninmazaya/arrahmah.id)