GAZA (Arrahmah.id) – Kelompok perlawanan Palestina Hamas menyerukan pada Kamis (13/2/2025) mengenai pertemuan puncak Arab mendatang dan pertemuan tingkat menteri pan-Islam untuk menolak rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza.
“Kami menghargai posisi Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan semua negara yang menentang usulan pemindahan paksa Trump,” kata juru bicara Hamas Hazem Qassem dalam sebuah pernyataan.
Ia mendesak pertemuan puncak Arab mendatang pada 27 Februari dan pertemuan tingkat menteri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) “untuk mengambil sikap tegas terhadap rencana Trump dan mengembangkan strategi bersama Arab-Islam untuk memblokir pelaksanaannya.”
“Pernyataan Trump tentang pemindahan tersebut mencerminkan keberpihakannya dengan sayap kanan dalam pemerintahan ‘Israel’,” tambah Qassem, seperti dilansir Anadolu.
Trump telah berulang kali menyerukan untuk merebut kendali atas Gaza dan memukimkan kembali warga Palestina ke negara-negara tetangga setelah perang genosida “Israel” untuk membangun apa yang disebutnya “Riviera Timur Tengah.”
Usulannya mendapat kecaman luas dari Palestina, negara-negara Arab, dan banyak negara lain di seluruh dunia, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.
Pada Selasa, Mesir mengumumkan bahwa mereka akan mengusulkan rencana untuk membangun kembali Gaza tanpa menggusur penduduk wilayah tersebut.
Qassem memperingatkan adanya hambatan yang mengancam gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan di Gaza karena penolakan pemerintah “Israel” untuk sepenuhnya melaksanakan kesepakatan tersebut.
“Hamas tetap berkomitmen untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut sebagaimana direncanakan,” katanya, seraya menekankan bahwa “Israel” juga harus menjunjung tinggi komitmennya berdasarkan kesepakatan tersebut.
Hamas mengatakan pada Kamis pagi bahwa mereka akan melanjutkan pembebasan sandera berikutnya sesuai jadwal pada Sabtu jika “Israel” mematuhi ketentuan perjanjian gencatan senjata.
Perjanjian gencatan senjata telah berlaku di Gaza sejak 19 Januari, menangguhkan perang genosida “Israel” yang telah menewaskan lebih dari 48.200 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.
“Israel” telah mengubah Gaza menjadi penjara terbuka terbesar di dunia, mempertahankan blokade selama 18 tahun dan memaksa hampir 2 juta dari 2,3 juta penduduknya mengungsi di tengah kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang parah karena pembatasan yang disengaja. (haninmazaya/arrahmah.id)