GAZA (Arrahmah.id) — Sumber Palestina melaporkan bahwa kelompok perlawanan Palestina Hamas membantah informasi bahwa mereka akan melucuti senjata sebagai imbalan gencatan jangka panjang di Gaza.
Menurut sumber tersebut, Hamas tak pernah mengusulkan gagasan untuk melucuti senjata sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata jangka panjang.
Diketahui, laporan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Adam Boehler, utusan Presiden AS, Donald Trump, untuk urusan penyanderaan.
Dilansir Roya News (12/3/2025), Hamas menyetujui untuk membebaskan 10 sandera dengan imbalan gencatan senjata selama dua bulan. Namun, PM Israel, Benjamin Netanyahu menolak usulan tersebut.
Tak hanya itu, pemimpin senior Hamas, Abdul Rahman Shadid, juga sempat mengusulkan pembebasan seorang warga negara Amerika sebagai isyarat niat baik tanpa upacara serah terima resmi. Hal itu bertujuan untuk menjaga jalur negosiasi tetap terbuka dengan Washington.
Disisi lain, Abdul Rahman Shadid justru mengutuk agresi Israel yang sudah berlangsung selama 51 hari berturut-turut terhadap kota Jenin dan kamp pengungsiannya.
Menurutnya, pendudukan Israel telah menggusur lebih dari 20.000 penduduk dari kamp pengungsi Jenin dan menangkap puluhan orang, termasuk banyak tahanan yang dibebaskan.
Pendudukan Israel juga menutup perlintasan perbatasan ke Jalur Gaza dan memutus aliran listrik selama 10 hari berturut-turut, yang memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, ia menyuarakan kekhawatiran atas perluasan aktivitas permukiman Israel di Tepi Barat, penghancuran rumah-rumah secara terus-menerus di Yerusalem dan Tepi Barat, serta pelanggaran hukum internasional.
Shadid juga menekankan bahwa pengepungan Israel di Gaza, yang mencegah masuknya bantuan, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap perjanjian gencatan senjata dan memperdalam krisis kemanusiaan.
“Perang pendudukan di tempat-tempat suci dan masjid kami adalah ekspresi yang jelas dari terorisme Zionis dan pelanggaran terhadap semua norma internasional,” kata Shadid. “Kami memperingatkan terhadap upaya Israel untuk melegitimasi apa yang disebut rencana Yerusalem Raya, dan kami menyerukan tekanan pada pemerintah Netanyahu untuk mematuhi ketentuan gencatan senjata.”
Hamas meminta mediator internasional untuk mengintensifkan upaya mereka untuk memastikan gencatan senjata yang langgeng dan memulai negosiasi untuk tahap kedua perjanjian gencatan senjata.
Mereka juga mendesak masyarakat global untuk mengambil tindakan segera untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatan dan pelanggarannya.
Kelompok tersebut selanjutnya menyerukan persatuan Palestina, khususnya mendesak Otoritas Palestina untuk menghentikan koordinasi keamanannya dengan Israel dan mengejar perlawanan yang lebih efektif terhadap pendudukan. (hanoum/arrahmah.id)