JALUR GAZA (Arrahmah.id) – Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, mengajukan proposal gencatan senjata permanen. Dalam proposal tersebut, ada tiga tahap yang dijabarkan Hamas untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Berdasarkan keterangan dari narasumber yang dilaporkan Al Jazeera pada Ahad (17/3/2024), tiap tahap akan berlangsung selama 42 hari.
Tahap pertama, Hamas mengatakan pasukan “Israel” harus mundur dari Jalan Ar-Rashid dan Shalahuddin untuk memungkinkan kembalinya warga Palestina yang kehilangan tempat tinggal dan masuknya bantuan. Jalan Shalahuddin merupakan jalan utama yang membentang dari utara ke selatan di Jalur Gaza.
Berdasarkan proposal yang dilihat Reuters, Hamas menawarkan pembebasan awal warga “Israel” yang mencakup perempuan, anak-anak, orang tua, dan tawanan yang sakit dengan imbalan 700-1.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara “Israel”.
Hamas mengatakan ada 50 tahanan Palestina yang mereka pilih, di mana 30 di antaranya divonis hukuman seumur hidup, harus dibebaskan dengan imbalan pembebasan satu perempuan tentara cadangan “Israel” yang ditawan di Jalur Gaza.
Pada tahap kedua, gencatan senjata permanen harus diumumkan sebelum pertukaran tentara yang ditangkap dapat dimulai.
Sementara tahap ketiga akan mencakup proses rekonstruksi di Jalur Gaza dan mencabut blokade “Israel” di wilayah kantong tersebut.
Kantor Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu mengatakan proposal baru tersebut masih didasarkan pada ‘tuntutan yang tidak realistis’.
Kabinet perang “Israel” dan kabinet keamanan yang lebih besar akan bertemu pada Jumat untuk membahas proposal yang telah diajukan Hamas kepada mediator internasional.
Negosiasi selama berhari-hari dengan Hamas di bulan ini terkait gencatan senjata di Jalur Gaza gagal mencapai terobosan sebelum dimulainya bulan suci Ramadhan.
Para mediator Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mencoba mempersempit perbedaan antara “Israel” dan Hamas mengenai seperti apa gencatan senjata yang akan terjadi karena krisis kemanusiaan yang makin parah.
Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa proposal terbaru ini ‘jauh lebih fleksibel dan terbuka’ dibanding proposal sebelumnya.
“Hal terpenting yang menjadi perselisihan di sini adalah bahwa Hamas dan gerakan perlawanan bersikeras bahwa orang-orang yang diusir secara paksa, melalui pengeboman dari rumah mereka, akan diizinkan kembali ke utara dan ‘Israel’ ingin melakukan diskriminasi (terhadap mereka),” ujarnya.
“Bayangkan, mereka ingin mengizinkan perempuan dan anak-anak, tetapi tidak mengizinkan laki-laki. Mereka ingin memecah setiap keluarga menjadi dua bagian, dan itu tidak bisa diterima,” sambung Barghouti.
“Israel” mendeklarasikan perang di Jalur Gaza dengan alasan untuk menghancurkan Hamas setelah serangan Hamas ke wilayah “Israel” yang menewaskan 1.200 orang pada 7 Oktober 2023.
Militer “Israel” kemudian melakukan serangan besar-besaran dan menyebabkan lebih dari 30.000 warga di Jalur Gaza tewas, lebih dari 70.000 lainnya terluka, dan jutaan orang menjadi pengungsi. (Rafa/arrahmah.id)