BANDUNG (Arrahmah.com) – Habib Abdullah bin Ali Al Hadad dari Jakarta menyampaikan, bahwa, NU harus segera diselamatkan dari tangan para politisi. Hari ini, katanya, NU sudah dirusak oleh pengurusnya sendiri. Ini membuat semakin banyak orang membenci NU.
Hal ini disampaikan saat menghadiri Halaqah ke-6 Komite Khitthah (KK) 26 NU yang berlangsung di PP Al-Qutub, Cipadung, Ciberu, Bandung, Rabu (6/3/2019)
“Saya teringat kekhawatiran Al Habib Salim bin Djindan tahun 1965-an. Apa masih ada NU ke depan? Sekarang ini NU hanya besar di suaranya, orangnya gak ada. Kemana NU sekarang?” jelasnya sambil mengisahkan betapa PBNU hari ini sulit menggerakkan warganya, lansir duta.co, Kamis (7/3/2019).
Menurut Habib Abdullah, semua ini karena perbuatan pemimpin NU yang keluar dari relnya. NU sekarang sudah tidak seperti Kereta Api yang jelas rutenya, melainkan seperti taksi yang mudah dipesan (orang) sesuai kepentingan.
“Saya berharap KK ini bergerak cepat dan masif. Kita tidak mau NU diacak-acak. Sekarang ini pengurus NU tidak hanya merusak NU dari sisi politik, tetapi agama (aqidah) juga diacak-acak. Kita tidak rela NU dijadikan alat mencari duit. Kasihan para pendiri, beliau mengutuk kita. Kita tidak ingin NU seperti ini,” tegasnya.
Habib Abdullah juga menyesalkan politisasi organisasi (NU) yang dilakukan Ketum PBNU. Termasuk pernyataan tentang LBP (Luhut Binsar Panjaitan) yang disebutnya sebagai perwakilan NU di Kristen.
“Orang Kristen saja nggak mau seperti itu. Belum lagi soal tentara Cina yang, katanya tidak ada Indonesia kalau tidak ada China. Ini kelewatan dan wajib diganti. Sekarang, carilah presiden yang tidak mendukung kepemiminan dia. Jangan diam saja, Alhamdulillah ada komite khitthah, terus terang saya sedih melihat NU sekarang,” ungkapnya.
Prof Dr Ahmad Zahro, moderator halaqah ke-6 Komite Khitthah (KK) 26 NU menyebut ini adalah halaqah paling ‘hidup’.
Bukan karena dihadiri banyak kiai, habaib dan akademisi dari berbagai daerah (seperti Kalimantan, Sulawesi, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, dll), tetapi halaqah ke-6 kali ini berhasil menginventarisasi masalah yang melilit NU secara komplet.
“Ini halaqah paling ‘hidup’. Kita tinggal merumuskan bagaimana cara menyelamatkan NU secepatnya dari tangan para politisi maupun kaum liberal yang merusak NU dari dalam. Silakan hadir dalam pertemuan tertutup Kamis 14 Maret, di PP Tebuireng. Kita bisa bicara sak katoke (sepuas-puasnya red.),” demikian Prof Dr Ahmad Zahro.
Halaqah ke-6 ini ditunggui tuan rumah, Prof Dr H Juhaya, S Praja, MA, pengasuh PP Al-Qutub dan KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) Ketua KK 26 NU. Dihadiri juga Kapolsek Cibiru, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Jayasman (sampai selesai).