TOKYO (Arrahmah.com) – Seorang mahasiswa postdoctoral asli Indonesia telah menawarkan bantuan untuk Muslim di Jepang untuk menemukan produk halal. Agung Pambudi telah menciptakan aplikasi mobile baru untuk membantu sesama muslim mencari dan mengidentifikasi restoran yang menawarkan makanan halal yang tidak mengandung daging babi yang banyak digunakan di Jepang.
“Kami sedang berkomunikasi dengan beberapa pengusaha, inkubator, pejabat pemerintah, dan pemilik bisnis di seluruh Jepang. Beberapa dari mereka menghubungi kami setelah mendengar tentang aplikasi kami [HalalMinds] melalui berbagai jejaring sosial,” Agung Pambudi, seorang asli Indonesia, yang dilansir Tech In Asia pada Rabu (21/5/2014).
Seorang mahasiswa PhD di departemen teknik sumber daya bumi Kyushu University of Engineering, Pambudi terkejut oleh fakta bahwa babi secara luas digunakan dalam produk yang berbeda di Jepang.
Berpantang dari makan daging babi karena haram dalam Islam, Pambudi mendesain HalalMinds guna membantu sesama muslim mencari dan mengidentifikasi produk halal terkadang sulit diperoleh di Jepang.
Aplikasi gratis untuk Android ini diluncurkan pada 3 April dan iOS pada tanggal 28 April 2014.
Ide aplikasinya sederhana saja, yakni berupa pemindai barcode yang dapat digunakan saat berbelanja.
Setelah item dipindai, lalu dicocokkan ke database app sekitar 500.000 produk untuk menentukan apakah itu halal atau tidak.
Hal ini sangat berguna bagi mereka yang tidak dapat membaca huruf Jepang, sebagai label makanan sering mengandung karakter kanji yang kompleks.
App HalalMinds juga menawarkan locator restoran halal, sebuah “Qibla kompas” yang menunjukkan arah yang benar kepada Ka’bah untuk shalat, dan ayat-ayat Al-Qur’an untuk digunakan setiap hari.
Keberhasilan aplikasi terbukti dengan telah didownload lebih dari 1.100 kali sejak diluncurkan, padahal baru tersedia dalam bahasa Inggris saja.
“Saya berpikir bahwa mayoritas ummat Islam di Jepang bisa berbahasa Inggris karena kebanyakan dari mereka berasal dari Timur Tengah, Malaysia, Indonesia, Bangladesh, dan sebagainya. Namun kita berpikir tentang bahasa lain untuk menambah aplikasi,” kata Pambudi.
Konsep halal-berarti diijinkan dalam bahasa Arab-secara tradisional telah diterapkan pada makanan.
Masyarakat Jepang menjadi tahu bahwa Muslim seharusnya hanya memakan daging dari ternak yang dipotong dengan pisau tajam dari leher mereka, dan disertai penyebutan nama Allah.
Muslim tidak makan daging babi karena mempertimbangkan daging mereka kotor dan tidak sehat untuk dimakan. Alkohol juga benar-benar dilarang bagi umat Islam.
Pertumbuhan pasar
Aplikasi baru ini dibiayai tanpa pendanaan eksternal.
Pambudi , pendiri Lab. Kyushu, bersama dengan co-founder Dai Oshiro dan kepala humas Hironori Goto, mengembangkan dan meluncurkan HalalMinds tanpa pendanaan eksternal.
“Kami menghabiskan sekitar US $ 2.000 dari uang kami sendiri, dan itu benar-benar tidak cukup,” katanya.
Saat ini, para pendiri sedang mencari investor untuk memperluas di pasar yang berkembang pesat.
“Sulit untuk bergerak cepat tanpa penggalangan dana eksternal. Namun, kami masih akan maju dengan dana dari kantong sendiri karena bisnis halal ini berfokus pada kesempatan yang benar-benar seluas laut biru, menurut sudut pandang kami. Kami ingin mengembangkan banyak produk lainnya untuk niche ini dalam waktu dekat,” tambah Pambudi.
Meski peluncuran dilakukan Jepang, pencipta aplikasi ini berharap untuk memperluas ke pasar Asia lainnya juga.
“Kami sedang mempersiapkan untuk memperluas layanan ini ke Korea Selatan dan Taiwan, karena kedua negara memiliki kondisi yang sama dengan Jepang mengenai populasi Muslim masing-masing,” tambahnya.
Islam dimulai di Jepang pada tahun 1920 melalui imigrasi beberapa ratus Muslim Turki dari Rusia setelah revolusi Rusia.
Pada tahun 1930, jumlah Muslim mencapai sekitar 1000 dari asal yang berbeda.
Gelombang lain migran yang mendorong populasi Muslim mencapai puncaknya pada tahun 1980-an, bersama dengan pekerja migran dari Iran, Pakistan dan Bangladesh.
Jepang saat ini menjadi rumah bagi komunitas Muslim yang berkembang dari sekitar 120.000 Muslim, dengan populasi hampir 127 juta penduduk, menduduki posisi kesepuluh sebagai negara terpadat di dunia. (adibahasan/arrahmah.com)