a. Mandi agar dingin dan segar
Dari Abu Bakar bin Abdurrahman dari sebagian sahabat Nabi saw. berkata, “Sungguh saya benar-benar pernah melihat Rasulullah saw. di daerah Arj (nama sebuah desa yang memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak, untuk sampai kesana diperlukan perjalanan beberapa hari dari Madinah) beliau menuangkan air diatas kepalanya padahal beliau berpuasa karena haus dahaga atau karena suhu sangat panas.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 2072, dan ‘Aunul Ma’bud VI: 492 no: 2348).
b. Berkumur-kumur – dan istinsyaq sekedarnya
Dari Luqaith bin Shabirah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq, kecuali bila kamu berpuasa!” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 129, dan 131, dan ‘Aunul Ma’bud I: 236 no: 142 dan 144).
c. Bekam atau canduk
Dari Ibnu Abbas r.a. ia bersabda, “Nabi saw. pernah berbekam di saat beliau berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 2079, dan ‘Aunul Ma’bud IV: 174 no: 1939, ‘Aunul Ma’bud VI:498 no:2355, Tirmidzi II: 137 no:772 dengan tambahan, “WA HUWA MUHRIM dan dia sedang berihram ).
Dan dipandang makruh bagi orang yang khawatir lemah fisiknya karena berbekam :
Dari Tsabit al-Banani, ia berkata: Anas bin Malik r.a. pernah ditanya, “Apakah kamu memandang makruh berbekam bagi orang yang sedang beribadah puasa?” Dijawab, “Tidak, kecuali kalai dikhawatirkan mengakibatkan lemahnya fisik. (Fathul Bari IV: 174 no:1940). (Hukum berbekam ini sama dengan hukum “donor darah” jika seorang penyumbang darah khawatir lemah, maka dia tidak melaksanakannya di siang hari kecuali benar-benar dalam kondisi darurat). d. Mencium dan bermesraan dengan isteri bagi yang mampu mengendlaikan nafsunya
Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Adalah Nabi saw. sering mencium dan bermesraan (dengan isterinya) ketika berpuasa; namun (perlu diingat) beliau adalah orang yang paling kuat di antara kalian dalam mengendalikan nafsunya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV:149 no:1927, Muslim II:777 no:65 dan 1106, ‘Aunul Ma’bud VII:9 no:2365 dan Tirmidzi II: 116 no: 725).
e. Memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub
Dari Aisyah r.a. dan Ummu Salamah r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mendapati waktu shubuh dalam keadaan junub karena selesai berhubungan dengan isterinya, kemudian Beliau mandi junub, lantas berpuasa”. (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari IV: 143 no:1926, Muslim IV: 779 no:1109, ‘Aunul Ma’bud VII:14 no:2371 dan Tirmidzi II:139 no:776).
f. Menyambung puasa sampai tiba waktu sahur
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu menyambung puasa; barang siapa diantara kalian yang ingin menyampung puasa, maka sambunglah puasanya sampai tiba waktu sahur, “Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, namun Engkau (sendiri) mengerjakan puasa wishal?! Jawab Beliau, “Aku tidak sama seperti kalian; sesungguhnya saya tidur malam, sedangkan saya ada pemberi makan yang memberiku makan dan pemberi minum yang memberiku minum.” (Shahih : Fathul Bari IV:208 no:1967, dan ‘Aunul Ma’bud VI: 487 no:2344).
g. Membersihkan mulut dengan menggunakan siwak, memakai wangi-wangian, minyak rambut, celak mata, obat tetes, dan suntikan.
Dasar dibolehkannya beberapa hal di atas adalah kembali kepada hukum asal, bahwa segala sesuatu pada asalnya boleh. Kalau ada beberapa hal yang termaktub di atas terkategori sesuatu yang diharamkan atas orang yang berpuasa, niscaya Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskannya. Allah berfirman, “Dan tidaklah Rabbmu lupa.” (Maryam:64).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm.403 — 405.