JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Hakim menolak nota keberatan (eksepsi) istri Umar Patek, Ruqayyah binti Husein Luceno, 31 tahun yang didakwa perkara pemalsuan identitas.
Dalam sidang Kamis (17/11/2011) kemarin beragendakan pemeriksaan saksi yang digelar di Ruang Chandra Lantai 2 Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sebelum sidang memasuki agenda pemeriksaan saksi, majelis hakim membacakan putusan sela atas nota keberatan (eksepsi) pengacara terhadap dakwaan. Majelis hakim menolak nota keberatan pengacara dan menyatakan surat dakwaan jaksa tidak kabur.
“Adanya perbedaan identitas tidak mengakibatkan surat dakwaan tidak jelas. Oleh karenanya tidak menyebabkan surat dakwaan batal,” kata Suharjono, hakim ketua perkara tersebut.
Dalam sidang sebelumnya, Senin (7/11/2011), pengacara keberatan atas ketidaksesuaian identitas kewarganegaraan kliennya dalam surat dakwaan JPU. Terdakwa dikatakan pengacara tidak tahu menahu soal pemalsuan identitas pengurusan paspor.
Rencananya siding akan dilanjutkan pada Senin, 21 November 2011, dengan agenda pemeriksaan saksi.
Ruqayyah dijerat pasal berlapis dalam perkara pemalsuan identitas. Jaks amengklaim bahwa ia melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 266 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian Pasal 263 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, pasal 55 huruf c UU Keimigrasian jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan pasal 55 huruf a UU Keimigrasian jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam persidangan tersebut terungkap bahwa Kartu tanda penduduk (KTP) istri Umar Patek, Ruqayyah binti Husein Luceno, ternyata ditandatangani Wakil Lurah Koja, Jakarta Utara. Hal tersebut diketahui dari kesaksian Kepala Satuan Pelaksana Registrasi KTP Kelurahan Koja, Dedi Hermawan.
Menurut Dedi, tanda tangan pada KTP di bulan April 2008 atas nama Fatimah Zahra itu menyerupai tanda tangan Wakil Lurah Koja saat itu, Isra Hadikusumo. Tetapi, Nomor Induk Pegawai (NIP) Isra yang tertera di KTP berbeda dengan NIP sebenarnya.
“Berbeda,” ujar Dedi, saat dikonfirmasi usai sidang.
Di KTP itu tercantum alamat Fatimah di Jalan Cikujang III Nomor 20 RT 01 RW 012, Koja, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mengenai alamat tersebut, Dedi mengatakan terdapat kesalahan. Pasalnya RT 01 tidak termasuk dalam Jalan Cikujang III. Di Cikujang III hanya terdapat RT 07, 08 dan 09.
Dedi menambahkan beberapa keanehan lain yakni identitas Fatimah Zahra tidak ditemukan di database kelurahan. Adapun Dedi menambahkan, yang berwenang menandatangani KTP hanya lurah, bukan wakil.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi lain yaitu Kartawi, 49 tahun, pegawai Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Pusat, Leonard E. Banam, 48 tahun, petugas loket permohonan paspor dan Ready J. Ratag, 41 tahun, petugas imigrasi Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Leonard mengakui adanya permohonan pembuatan paspor atas nama Fatimah Zahra pada 2009. Tujuan pembuatan paspor tersebut untuk umrah. Pada saat itu ia menyarankan Fatimah menambahkan nama keluarganya di belakang nama Fatimah Zahra agar sesuai ketentuan.
“Memang harus begitu untuk kepentingan umrah atau haji. Kalau tidak tiga suku kata, negara penerima tidak mau,” tuturnya. (voaI/arrahmah.com)