MADRID (Arrahmah.com) – Seorang hakim Spanyol tetap teguh pada keputusannya untuk membuka kembali kasus hukum terhadap Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu dan kroninya terkait dengan serangan terhadap Mavi Marmara jika salah satu dari mereka menginjakkan kaki di Spanyol.
Sebagaimana dilansir oleh MEMO, Anadolu Agency telah memperoleh akses terhadap Surat Keputusan Hakim Jose de la Mata, yang tetap bertekad untuk bisa menangkap Netanyahu atau pejabat “Israel” lainnya jika mereka memasuki wilayah Spanyol, meskipun ada permintaan dari kantor jaksa wilayah untuk membatalkan keputusan itu.
Hakim De la Mata memerintahkan untuk menambahkan tujuh nama itu ke dalam database polisi, dan dia memerintahkan kepada polisi atau pihak keamanan nasional agar memberitahukannya jika salah satu dari mereka mencoba untuk memasuki Spanyol.
Setelah diberitahu, hakim bisa membuka kembali kasus Freedom Flotilla yang akan memungkinkan Pengadilan Tinggi Nasional Spanyol menangkap terdakwa.
Enam kapal sipil yang tergabung dalam Freedom Flotilla telah diserang oleh pasukan “Israel” di perairan internasional pada tanggal 31 Mei 2010, saat kapal itu mencoba untuk mematahkan blokade “Israel” di Jalur Gaza. Sembilan aktivis Turki tewas dan 30 orang lainnya terluka, termasuk satu yang meninggal setelah hampir empat tahun menderita luka parah. Tiga warga Spanyol juga berada di atas kapal itu pada saat kejadian.
Nama-nama yang tercantum dalam surat keputusan hakim De La Mata adalah orang-orang yang termasuk dalam “Forum Tujuh”, sebuah komite menteri “Israel” yang membuat keputusan penting tentang masalah keamanan ketika armada itu diserang.
Mereka itu termasuk Netanyahu, mantan menteri luar negeri Avigdor Lieberman, mantan menteri pertahanan Ehud Barak, mantan wakil perdana menteri Moshe Ya’alon (yang menteri pertahanan saat ini) dan Eli Yishai, mantan menteri negara Benny Begin dan mantan komandan angkatan laut “Israel” Eliezer Marom .
BIsa ditebak, pemerintah “Israel” pun berang dengan keputusan itu.
“Kami menganggap keputusan itu sebagai provokasi,” jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri Emmanuel Nahason pada 14 November.
“Kami bekerja sama dengan pihak berwenang Spanyol untuk membatalkannya. Kami berharap ini akan segera berakhir,” imbuhnya.
(ameera/arrahmah.com)