WASHINGTON (Arrahmah.com) – Seorang hakim AS telah memerintahkan Facebook untuk merilis catatan akun yang terkait dengan kekerasan yang didukung pemerintah terhadap Rohingya di Myanmar yang telah dihapus, Wall Street Journal melaporkan.
Dalam putusannya pada Rabu (22/9/2021), Hakim Pengadilan Distrik Washington DC Zia Faruqui mengkritik raksasa media sosial itu karena menolak memberikan catatan kepada negara-negara yang mengajukan tuntutan melawan Myanmar di Pengadilan Internasional, lansir WSJ.
Facebook telah menolak merilis informasi tersebut dengan alasan undang-undang privasi AS.
Namun hakim memutuskan bahwa unggahan yang dihapus tidak akan tercakup dalam perlindungan komunikasi pribadi pengguna.
“Mengunci konten yang diminta akan membuang kesempatan untuk memahami bagaimana disinformasi melahirkan genosida,” tulis Faruqui dalam putusannya, seperti dikutip oleh WSJ, mengatakan Facebook “mengambil mantel hak privasi yang kaya dengan ironi”.
Facebook telah dituduh lambat untuk menanggapi posting kasar yang menggambarkan Muslim Rohingya Myanmar dalam istilah “setengah-manusia”, membantu menggalang dukungan untuk tindakan keras militer yang memaksa lebih dari 740.000 minoritas tanpa kewarganegaraan itu melarikan diri pada tahun 2017.
Pada Agustus 2018, penyelidik PBB menyerukan penyelidikan dan penuntutan internasional terhadap panglima militer Myanmar dan lima komandan militer lainnya atas genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang. Pada hari yang sama, Facebook menutup akun para jenderal.
Facebook mengatakan pada Kamis (23/9) bahwa pihaknya sedang meninjau keputusan hakim dan menekankan telah membuat pengungkapan sukarela kepada Mekanisme Investigasi Independen Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk Myanmar (IIMM), yang mengumpulkan dan menganalisis bukti kejahatan internasional yang serius di negara Asia Tenggara tersebut.
“Kami sedang meninjau keputusan ini. Kami tetap terkejut dengan kekejaman yang dilakukan terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar dan mendukung keadilan untuk kejahatan internasional,” kata juru bicara Facebook dalam sebuah pernyataan.
“Kami telah berkomitmen untuk mengungkapkan informasi yang relevan kepada pihak berwenang, dan selama setahun terakhir kami telah membuat pengungkapan sukarela yang sah menurut hukum kepada IIMM dan akan terus melakukannya saat kasus terhadap Myanmar berlanjut.”
Gambia telah membawa Myanmar yang mayoritas beragama Buddha ke pengadilan tinggi PBB di Den Haag, menuduhnya melanggar konvensi genosida PBB 1948. (Althaf/arrahmah.com)