Arrahmah.com – Siapa yang tak kenal sosok Ahmadinejad, seorang presiden Iran yang berani terhadap hegemoni Amerika Serikat dan figur yang sangat bersahaja dalam kehidupannya. Banyak dari kalangan kaum muslimin mengelu-elukan seorang Ahmadinejad yang dianggap representasi pemimpin sejati.
Namun, masyarakat muslim sangat jarang mengetahui sosok sejati Ahmadinejad, baik sebagai pribadi ataupun sebagai presiden Iran dengan posisi pengambil kebijakan.
Sebelum membahas lebih jauh terkait sikap Ahmadinejad terhadap Israel, ada baiknya kita mengulas asal-usul pria tersebut.
Mahmoud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad (bahasa Persia: ; lahir 28 Oktober 1956) adalah Presiden Iran yang keenam. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005. Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang mempunyai pandangan Islamis.
Lahir di desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 100 km dari Teheran, sebagai putra seorang pandai besi, keluarganya pindah ke Teheran saat dia berusia satu tahun. Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi.
Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Ahmadinejad lalu terpilih sebagai walikota Teheran pada Mei 2003. Dalam masa tugasnya, dia mengembalikan banyak perubahan yang dilakukan walikota-walikota sebelumnya yang lebih moderat dan reformis, dan mementingkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan-kegiatan di pusat-pusat kebudayaan. Selain itu, dia juga menjadi semacam manajer dalam harian Hamshahri dan memecat sang editor, Mohammad Atrianfar, pada 13 Juni 2005, beberapa hari sebelum pemilu presiden, karena tidak mendukungnya dalam pemilu tersebut.
Keturunan Yahudi
Pada 2009 Telegraph.co.uk—harian berita dari Inggris—menurunkan berita yang cukup mengejutkan. Sebuah foto Presiden Iran Ahmadinejad sambil mengangkat kartu identitasnya selama pemilihan umum Maret 2008 dengan jelas menunjukkan keluarganya memiliki akar Yahudi. Dokumen close-up itu mengungkapkan dia sebelumnya dikenal sebagai Sabourjian – atau kain tenun dalam arti nama bahasa Yahudi.
Sebuah catatan pendek yang tertulis di kartu itu menunjukkan keluarganya berubah nama menjadi Ahmadinejad, ketika mereka dikonversi untuk memeluk Islam setelah kelahirannya. Sabourjian berasal dari Aradan, tempat kelahiran Ahmadinejad, dan nama itu diturunkan dari “penenun dari Sabour”, nama untuk selendang Tallit Yahudi di Persia. Nama ini, ada dalam daftar nama cipta untuk orang Yahudi di Iran, menurut Departmen Dalam Negeri Iran.
Ali Nourizadeh, dari Pusat Studi Arab dan Iran, mengatakan: “Aspek latar belakang Ahmadinejad menjelaskan banyak tentang dirinya. Dengan membuat pernyataan-pernyataan anti-Israel, ia sedang mencoba untuk menumpahkan kecurigaan tentang hubungannya dengan Yahudi. Ia merasa rentan dalam masyarakat Syiah yang radikal.”
Seorang ahli yang berpusat di London Yahudi Iran mengatakan, “Dia telah mengubah namanya karena alasan agama, atau setidaknya orangtuanya,” kata kelahiran Yahudi Iran yang tinggal di London itu . “Sabourjian dikenal sebagai nama Yahudi di Iran.”
Ahmadinejad tidak menyangkal namanya berubah ketika keluarganya pindah ke Teheran pada tahun 1950-an. Tapi dia tidak pernah mengungkapkan perubahan berhubungan dengan pergantian keyakinan. Ahmadinejad tumbuh menjadi insinyur yang memenuhi syarat dengan gelar doktor dalam manajemen. Sebelum terjun jadi politisi, Ahmadinejad bertugas sebagai tentara pada Pengawal Revolusi.
Selama debat presiden di televisi tahun ini, ia dipancing untuk mengakui bahwa namanya telah berubah tapi ia mengabaikannya. Mehdi Khazali, seorang blogger internet, yang menyerukan penyelidikan akar nama Presiden Ahmadinejad ditangkap musim panas ini.
Sikap Ahmadinejad terhadap Islam
Timbulah pertanyaan, apakah darah yahudi yang mengalir di diri Ahmadinejad, membawa serta ideology dan sifat Yahudi yang membenci Islam dan kaum muslimin?.
Ternyata dugaan anda tidak salah, Ahmadinejad sebelumnya mengeluarkan pernyataan yang terang-terangan menghina dua orang sahabat Rasulullah Muhammad saw.
Kecaman dan hinaan Ahmadinejad itu disampaikan dalam sebuah acara televisi secara langsung di Shabaka 3, saluran televisi Iran, hanya beberapa hari sebelum pelaksanaan pemilu Iran.
Seperti yang diketahui, Iran yang berbasis Syiah ini sudah sejak lama mempersempit ruang gerak para jamaah ahli Sunnah (kaum Sunni). Di bawah kepemimpinan Ahmadinejad, bahkan para jamaah Sunni mengalami penderitaan yang belum pernah dialami sejak Revolusi Syiah Rafidhah Khomeini.
Dalam acara itu, Ahmadinejad dengan lugas mengatakan bahwa Talhah dan Zubair adalah dua orang pengkhianat. “Talhah dan Zubair adalah dua orang sahabat Rasul, tapi setelah kepergian Rasul, mereka berdua kembali kepada ajaran sebelumnya dan mengikuti Muawiyah!”
Padahal dalam sejarah, Talhah dan Zubair, dua orang sahabat Rasul itu, tak pernah bertempur dengan Muawiyah, karena keduanya meninggal lama sebelum peperangan Jamal di tahun ke-36 kekhalifahan Islam di mana Muawiyah menjadi rajanya.
Pernyataan Ahmadinejad ini sudah jelas kemana arahnya, yaitu membuat sebuah perbandingan atas sahabat Rasul dulu dengan kejadian politik saat ini di Iran—berkaitan dengan rivalnya Mousavi. Sebelumnya, Ahmadinejad juga sangat sering menghina sekitar 15 juta penganut Sunni di Iran. Inilah sosok asli Ahmadinejad yang merupakan musuh terbuka terhadap para sahabat Rasul.
Bukan sebagai pejuang Islam, seperti yang selama ini diduga oleh sebagian kaum muslimin dan pendukungnya yang bodoh. Mengapa demikian? Meminjam Istilah Ustadz Hartono Ahmad Jais, tidak mungkin pejuang merobohkan masjid-masjid justru seharusnya pejuang Islam membangun masjid sebagai tempat bertaqarrub kepada Allah.
Sikap Iran terhadap Islam (Sunni) lebih kejam dibanding sikap negeri-negeri kafir sekalipun. Hingga di Iran terutama ibukotanya, Teheran, tidak ada masjid Islam (Sunni). Hingga Ummat Islam (Sunni) bila berjum’atan maka ke kedutaan-kedutaan Negara-negara Timur Tengah di Teheran. Tidak ada pula Madrasah Islam (Sunni). Karena semuanya sudah dihancurkan. Para ulama Sunni pun sudah disembelihi atau dibunuhi. (Lihat Ma’satu Ahlis Sunnah fi Iran, oleh Abu Sulaiman Abdul Munim bin Mahmud Al-Balusy, diindonesiakan dengan judul Kedholiman Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah di Iran, LPPI, Jakarta, 1420H/ 1999).
Di Iran tidak ada pula anggota parlemen dari Islam (Sunni) apalagi menteri. Padahal dari Yahudi diberi prioritas jadi anggota parlemen, punya tempat-tempat ibadah (sinagog) dan sekolah-sekolah Yahudi di Iran.
Ulama Syiah terkemuka Iran, Taskhiri, pernah ditanya wartawan di satu negeri di Afrika Utara, apakah tidak boleh di Iran didirikan Masjid Islam Sunni. Pertanyaan itu dijawab, sampai sekarang belum saatnya.
Demikianlah kenyataan di Iran. Ummat Islam Sunni sekitar 20 persen namun tidak diberi hak-haknya alias telah dirampas, dan bahkan lebih kejam dibanding sikap orang kafir di berbagai negeri yang kenyataannya rata-rata masih ada di mana-mana masjid Ummat Islam (Sunni). Sedang di Iran justru masjid-masjid Islam Sunni dihancurkan, ulamanya dibunuhi. Mulutnya berkoar mengecam Yahudi, namun tindakannya justru menikam Islam (Sunni alias Ahlus Sunnah).
Tak hanya demikian, pada masa pemerintahan Ahmadinejad perempuan-perempuan sunni yang ditahan rezim Syi’ah Iran ini mengalami penderitaan yang sangat berat dengan dimut’ah paksa oleh milisi Basij terlebih dahulu sebelum dihukum mati, karena keyakinan syi’ah mereka yang dihukum mati dalam keadaan perawan akan masuk surga, dan mereka pun tidak menginginkan surga tersebut diraih oleh perempuan sunni.
Sikap Ahmadinejad terhadap Al Aqsha
Hapus peta Israel di dunia! Itulah kata-kata Ahmadinejad yang pernah menggemparkan jagad politik international. Sungguh berani, tapi sayangnya tidak diiringi dengan perilaku yang serupa.
Mahmud Ahmadinejad pernah memberi hadiah kepada seorang penulis buku sekaligus seorang ulama besar Syiah abad ini, yakni Jafar Murtada Al Amili, yang telah menulis sebuah buku berjudul “Ayna Masjid al-Aqsha?” (Di Manakah Masjid Al Aqsha?) yang intinya mengungkapkan bahwa keberadaan Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya bukanlah di bumi Al-Quds, melainkan di langit . Dan menganggap masjid mereka di Kuffah lebih baik dai Al-Aqsha seperti tertulis dalam kitab rujukan Syiah Biharul Anwar.Buku tersebut ditetapkan yang terbaik di Iran.
Pemberian hadiah tersebut menyiratkan bahwa, Ahmadinejad menyetujui isi buku tersebut yang menolak klaim bahwa sahabat Umar bin Khottob Ra telah membebaskan Al Aqsha dari bangsa Romawi, karena dianggap Rasulullah SAW tidak melakukan perjalanan darat ke Al Aqsha tetapi pada saat perjalanan menuju ke langit(mi’raj).
Lantas pertanyaannya, apakah mungkin Ahmadinejad akan terlibat dalam perjuangan pembebasan masjid Al Aqsha sedangkan ia berpendapat masjid tersebut berada diatas langit ?
Hubungan Gelap Dengan Israel
Seorang ulama Syiah mengatakan presiden Iran ingin menjalin “persahabatan dengan Israel,” . Menurut ulama Syiah Mahmud Nubia , penasehat teras atas Ahmadinejad, Esfandiar Rahim Mashaei tiga tahun lalu menyatakan bahwa Iran harus memiliki “hubungan yang bersahabat” dengan Negara Yahudi, namun Ahmadinejad menahan diri dari persoalan ini di depan umum karena pemimpin tinggi Syiah Iran Ayatollah Ali Khamenei sangat keberatan dengan hal ini.
Nubia lebih lanjut menyatakan bahwa Presiden Iran secara pribadi mengatakan kepadanya bahwa ia mendukung pernyataan Mashaei, tapi tidak bisa berkata apa-apa karena menghormati pemimpin tertinggi Syiah Iran, Ali Khamenei.
Lebih dari 200 Perusahaan Israel Menjalin Hubungan dengan Iran. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, tanpa henti mengajarkan perlunya ada tindakan tegas terhadap Iran untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, namun dirinya tidak mampu untuk menghentikan perusahaan Israel dan individu Israel yang secara langsung maupun tidak langsung melakukan perdagangan dengan Iran.
Ia juga tidak bertindak tegas terhadap perusahaan internasional dan perusahaan-perusahaan Israel yang beroperasi di Iran, sambil mempertahankan kontrak besar Iran dengan perusahaan Israel – termasuk badan-badan negara seperti Electric Corporation dan Otoritas Bandara.
Sedikitnya 200 perusahaan internasional yang beroperasi di Israel memelihara hubungan perdagangan yang luas dengan Iran. Hubungan ini termasuk investasi dalam industri energi Iran, yang merupakan sumber penghasilan utama Iran dan berfungsi untuk menyalurkan dana untuk mengembangkan rudal, program nuklir dan senjata konvensional lainnya.
Sejatinya, menurut Husain Ali Hasyimi, dalam tulisannya, Al-Harbul Musytarakah Iran wa Israil bahwa sejak zaman Syiah Pahlevi, Iran telah menjalin hubungan perdagangan dengan Zionis Yahudi. Dan hubungan dagang ini berkelanjutan hingga setelah revolusi Syiah yang dipimpin oleh Khumaini.
Bahkan pada tahun 1980-1985, Zionis Yahudi merupakan Negara pemasok senjata terbesar ke Iran. Sandiwara “permusuhan” Iran dan Yahudi mulai terbongkar, ketika pesawat kargo Argentina yang membawa persenjataan dari Yahudi ke Iran tersesat, sehingga masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya di tembak jatuh oleh pasukan pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan, Iran membeli persenjataan dari Yahudi seharga 150 juta dolar Amerika, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut, dibutuhkan 12 kali penerbangan.
Lebih dari itu, Amerika juga pernah terlibat skandal dengan Iran dimana Ronald Reagen, (yang kala itu menjadi Capres) pernah berpura-pura memerangi Khomeini, akan tetapi di belakang layar justru Amerika gencar mengirimkan senjata-senjata mutakhir untuk memenangkan Khomeini.
Lewat investigasi berkepanjangan akhirnya skandal Iran Gate ini pun akhirnya terbongkar. Reagan dianggap menjurus pada tindakan kriminal, terlebih telah melibatkan CIA dan Partai Republik dengan seluruh kegiatannya menjalin hubungan dengan Iran. Reagan pun akhirnya membuat pernyataan resmi kepresidenan tentang hubungan AS-Iran. Dikatakan tidak ada masalah apa pun dalam hubungan kedua negara. Negeri ini juga tidak lagi memberi indikasi teror yang mengancam AS.
Semakin membingungkan memang, bagi kita yang tidak mengetahui karakter sejati Syi’ah Rafidhah. Fakta yang terungkap ini, menegaskan kembali kepada kita bahwa kesederhanaan dan keberanian Ahmadinejad dalam menghadapi barat, bukanlah hakekat sebenarnya sikap mereka.
Apalagi, Ahmadinejad memang berulangkali tertangkap basah tengah bertemu dengan para pemimpin Yahudi. Ahmadinejad memiliki hubungan yang harmonis dengan Yahudi. Semasa berada di New York, presiden Iran tersebut terlihat dengan antusias menyambut kedatangan sejumlah Rabbi Yahudi AS.
Islam sendiri mengajarkan kepada kita, bahwa untuk menilai seseorang harus memulainya dari aqidah orang tersebut terlebih dahulu, bukan hanya sekedar akhlaknya yang baik, ataupun karakternya yang sangat bersahaja.
Karena jika hanya menilai dari atribut kepribadian, maka banyak orang-orang kafir yang memiliki pula kebaikan yang hebat terhadap kemanusiaan. Sebutlah Bunda Theresa yang menjadi symbol pembelaan terhadap orang-orang lema di India.
Keutamaan dan derajat seseorang didalam Islam, diukur dari aqidah dan tauhid orang tersebut kepada Allah SWT. Sebanyak apapun seseorang melakukan kebaikan, tetapi jika tidak memiliki iman, maka amal mereka seperti debu dimata Allah SWT.
Inilah sosok sejati Ahmadinejad, yang mungkin anda pernah kagumi. Akan tetapi, sebagai seorang Rafidi dan keturunan Yahudi. Ia bertaqiyyah menyembunyikan permusuhan terhadap Islam hingga kini.
Wallahu’alam bisshowab.
(bilal/arrahmah.com)