(Arrahmah.com) – Muslim Moro di Mindanao, Filipina telah menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Manila untuk mengakhiri konflik bersenjata yang terlah berlangsung lama, dan pemimpin Moro Islamic Liberation Front (MILF) memiliki peran signifikan dalam proses perdamaian tersebut.
Haji Murad Ebrahim, salah satu pendiri MILF, telah memimpin kelompok tersebut sejak 2003. Dia adalah tokoh paling penting dibalik Undang-undang Organik Bangsamoro.
Lahir pada 2 Mei 1948 di provinsi Maguindanao, Wilayah Otonomi di Muslim Mindanao (ARMM) yang terletak di selatan Filipina, Murad Ebrahim memulai belajar Islam di sebuah madrasah yang dikelola keluarganya di desa Barangay Katidtuan di kota Kabacan, provinsi Cotabato.
Sembari melanjutkan studi Qur’annya di madrasah trsebut, Ebrahim melanjutkan sekolah tinggi di wilayah tersebut.
Pada usia 13 tahun, Ebrahim ditinggal wafat ayah dan ibunya, tetapi ia tetap melanjutkan studi di bidang umum dengan bantuan beberapa kerabatnya.
Ebrahim tercatat mendaftar di Notre Dame University di Cotabato untuk mempelajari teknik sipil.
Membentuk MILF dan menjadi ketua kelompok
Pada 1984, kelompok itu resemi berubah nama menjadi Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan tujuan untuk membedakan diri dari Moro National Liberation Front (MNLF).
Setelah Salamat wafat pada 2003 dengan sebab sakit, Haji Murad Ebrahim menjadi pemimpin MILF.
Ebrahim dinilai lebih “moderat” dari pemimpin sebelumnya, Salamat, dan di bawah kepemimpinannnya, negosiasi damai di wilayah itu menunjukkan progress secara signifikan.
Setelah negosiasi yang panjang, MILF dan pemerintah Filipina menandatangani Nota Kesepakatan untuk Wilayah Leluhur (MOA-AD).
MILF secara resmi mengajukan tuntutannya untuk kemerdekaan penuh pada 2010, berharap mendapatkan wilayah otonomi.
Kemudian, pada 2012 Presiden Benigno Aquino III dan Murad Ebrahim menandatangani Persetujuan Kerangka Kerja atas Bangsamoro (FAB) yang merupakan peta jalan menuju penyelesaian akhir yang mengijinkan bagi sebuah wilayah otonomi diatur oleh minoritas Muslim di bagian selatan negara yang mayoritas Katolik itu.
MILF, dibawah kepemimpinan Ebrahim, dan pemerintah Manila juga menandatangani Perjanjian Komprehensif atas Bangsamoro (CAB) pada 2014.
Pada 26 Juli 2018, Presiden Rodrigo Duterte menandatangani UU organik Bangsamoro, sebuah upaya yang diharapkan akan mengakhiri konflik panjang yang telah menewaskan lebih dari 120.000 orang dan menghambat perkembangan wilayah tersebut.
Diterjemahkan dari Anadolu Agency
(Siraaj/arrahmah.com)