YANGON (Arrahmah.com) – Pemblokiran data seluler yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara bagian Rakhine Myanmar memasuki hari ketiga hari ini (23/6/2019), menghambat penduduk untuk mengakses internet di daerah-daerah di mana militer dituduh melakukan pelanggaran dalam pertempurannya dengan pemberontak etnis.
Kementerian Transportasi dan Komunikasi Myanmar (MoTC) memerintahkan semua operator ponsel pada Jumat (21/6) untuk menangguhkan data internet di sembilan kota di seluruh Rakhine dan Negara Bagian Chin yang berdekatan.
“Kementerian Perhubungan telah merujuk gangguan perdamaian dan layanan internet untuk mengoordinasikan kegiatan ilegal,” kata Telenor Myanmar dalam sebuah pernyataan.
Keputusan tersebut dibuat berdasarkan Undang-Undang Telekomunikasi, yang diberlakukan bagi semua operator seluler untuk periode yang tidak ditentukan.
Tentara Myanmar memerangi pemberontak etnis Rakhine yang menginginkan otonomi yang lebih besar dari negara pusat. Rakhine adalah penganut Buddha dan juga berperang di negara bagian Chin utara yang berbatasan dengan tanah air mereka.
Etnis Rakhine menuduh tentara melakukan pelanggaran – termasuk penangkapan sewenang-wenang – terhadap mereka, sementara militer mengonfirmasi menembak mati enam tahanan Rakhine pada akhir April.
Warga sipil telah terbunuh dalam kebakaran dan penembakan, bahkan ketika mereka berlindung di biara-biara.
Penduduk desa di Rakhine mengatakan pemblokiran data seluler ini telah memutus mereka dari dunia luar, di mana hanya sedikit yang memiliki komputer pribadi dan kebanyakan orang berbagi informasi tentang kekerasan melalui media sosial.
“Kami tidak punya internet sama sekali. Kami menggunakan internet untuk berbagi informasi melalui (aplikasi pesan) Viber,” Kyaw Soe Moe, kepala desa Inn Din di Rathedaung mengatakan kepada AFP.
Otoritas setempat juga terkena dampak kebijakan tersebut.
Seorang perwira polisi di kota Mrauk U, rumah bagi kuil Rakhine tetapi juga tempat pertempuran sengit dalam beberapa bulan terakhir, mengatakan bahwa komunikasi terhambat.
“Kami harus menggunakan telepon, SMS, dan faks untuk melapor kembali ke markas kami. Pertempuran masih berlangsung di sini setiap hari,” kata petugas yang tidak mau disebutkan namanya kepada AFP.
Rakhine juga rumah bagi populasi Muslim Rohingya yang tersisa, banyak yang terkurung di kamp-kamp kumuh.
Sekitar 740.000 dari kelompok tanpa kewarganegaraan itu diusir ke Bangladesh dalam penumpasan tentara 2017. (Althaf/arrahmah.com)