JAKARTA (Arrahmah.com) – Ternyata anggaran blusukan tak sedikit. Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) merilis anggaran blusukan Jokowi di tahun 2013 mencapai Rp 26,6 miliar
“Anggaran blusukan Jokowi atau belanja penunjang operasional tahun 2013 sebesar Rp 26,670 miliar per tahun,” kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, Sabtu (20/7/2013).
Jika dijabarkan lebih rinci, per harinya anggaran blusukan Jokowi-Ahok mencapai Rp 74 juta. Itu artinya Jokowi dan Ahok masing-masing mendapat alokasi anggaran Rp 37 juta. Anggaran tersebut lanjut Uchok, diambil dari belanja penunjang operasional APBD 2013. Anggaran penunjang operasional ini lebih besar dibanding era Fauzi Bowo.
“Anggaran blusukan Foke pada tahun 2012 hanya sebesar Rp 17,640 miliar,” sebutnya.
Uchok mengkritik besarnya anggaran yang tidak diikuti dengan hasil dari kunjungan lapangan. Uchok menganggap blusukan Jokowi hanya sekadar menghabiskan anggaran.
“Untuk membenahi Jakarta bukan dengan cara blusukan, tetapi dengan benahi itu birokrasi, tata dengan baik para aparat birokrasi, dan ajarkan aparat Pemda itu melayani rakyat dengan Tulus, tanpa embel-embel apapun termasuk melakukan pungli kepada rakyat,” kritiknya sinis.
Senada dengan Uchok, pengamat perkotaan Yayat Supriatna menganggap blusukan tak efektif, Jokowi malah diminta menghentikan sementara blusukannya.
“Sudah cukup blusukannya. Stop blusukan dulu deh. Dia memang tipenya di lapangan tapi perlu mengejar target prioritas dulu supaya rencana besar itu bisa direalisasikan,” kata Yayat saat berbincang dengan detikcom, Minggu (21/7/2013).
Menurut Yayat, intensitas blusukan Jokowi sudah saatnya dikurangi. Sebagai pemangku kebijakan Jokowi menurut Yayat harus memprioritaskan koordinasi dengan jajaran SKPD. Koordinasi ditingkat SKPD tersebut dibutuhkan untuk memudahkan segala program pemerintahan berjalan secara simultan dan selesai tepat waktu.
“Jangan sampai masyarakat melihat semua rencana yang digelontorkan Jokowi hanya sebatas wacana dan rencana saja. Tapi realisasinya mandek di jajarannya,”
Jokowi juga diminta menjalin hubungan baik dengan anggota DPRD DKI. Sebab dewan menjadi pengawas kinerja Pemprov DKI.
Selisih paham Pemprov dengan DPRD terkait sejumlah persoalan seperti KJS dan tarif angkutan, kata Yayat perlu diselesaikan. Urusan politik lanjut dia tak boleh menghambat rencana pembangunan kota.
“Jangan sampai pembangunannya diganggu hal politis yang hanya sekedar mencari sensasi saja,” tutur pengajar Universitas Trisakti ini.
(azmuttaqin/arrahmah.com)