JAKARTA (Arrahmah.com) – Habib Rizieq pernah tinggal di Makkah Arab Saudi selama 3,5 tahun. Lebih dari dua tahun di antaranya, ia mengaku diasingkan karena tidak bisa pulang ke Indonesia.
Habib Rizieq kemudian menceritakan upaya yang ia lakukan untuk bisa pulang ke Indonesia. Salah satunya berdialog dengan pemerintah Indonesia.
“Setahun pertama sebelum saya dicekal/diasingkan, saya selalu membuka diri dan mengajak pemerintah Indonesia untuk berdialog menyelesaikan semua Konflik demi menjaga persatuan dan kesatuan NKRI,” kata Habib Rizieq saat membacakan Pleidoi di PN Jakarta Timur di kasus Data Swab RS Ummi Bogor, Kamis (10/6/2021), lansir Kumparan.
Beberapa komunikasi yang dilakukan ternyata dengan beberapa pejabat tinggi Indonesia.
Habib Rizieq mengungkapkan, pada akhir Mei 2017, saat berada di Kota Tarim, Yaman, ia ditelepon oleh Menko Polhukam saat itu, Wiranto.
“Beliau mengajak saya dkk untuk membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu dialog dan rekonsiliasi. Kami sambut baik imbauan Beliau tersebut, karena sejak semula justru itu yang kami harapkan,” ujar Habib Rizieq.
Lalu sekitar Awal Juni 2017, lanjut Habib Rizieq, dirinya bertemu dan berdialog secara langsung dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan bersama timnya di salah satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah, Saudi Arabia.
“Hasil pertemuan tersebut sangat bagus, kita buat kesepakatan tertulis hitam di atas putih yang ditanda-tangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Purn) Agus Soeharto di hadapan Kepala BIN dan timnya, yang kemudian surat tersebut dibawa ke Jakarta dan dipersaksikan serta ditanda-tangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI,” terang Habib Rizieq.
Di antara sejumlah kesepakatan, kata Habib Rizieq, ada yang berisi soal menyetop semua kasus hukum yang menjerat dirinya dan rekan-rekannya.
“Di antara isi kesepakatan tersebut adalah ”Stop semua kasus hukum saya dkk” sehingga tidak ada lagi fitnah kriminalisasi dan sepakat mengedepankan dialog dari pada pengerahan massa, serta siap mendukung semua kebijakan pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam dan Konstitusi Negara Indonesia,” ungkap Habib Rizieq.
Setelahnya, Habib Rizieq juga mengatakan sempat berdialog secara langsung dengan Jenderal Tito Karnavian selaku Kapolri.
Pertemuan terjadi sebanyak dua kali pada 2018 dan 2019 di salah satu hotel bintang lima di Masjidil Haram, Makkah.
“Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019,” kata Habib Rizieq.
Namun menurut Habib Rizieq, ada tiga syarat yang diajukannya, yakni:
1. Setop Penodaan Agama
Artinya siapa pun yang menista/menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai Amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur’an diproses, maka selain Ahok seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan Prinsip Equality Before The Law sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
2. Setop Kebangkitan PKI
Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme, yang Sanksi Hukum Pidananya sudah tertuang dalam UU No 27 Tahun 1999 ttg Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu : KUHP Pasal 107 huruf a, c, d dan e, yang kesemuanya khusus terkait kejahatan penyebaran paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme.
3. Setop Penjualan Aset Negara ke Asing mau pun Aseng
Artinya semua Aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia, lalu khusus Pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun Aseng agar bisa jadi tuan di negeri sendiri dengan tanpa bermaksud diskriminasi.
“Namun sayang sejuta sayang, dialog dan kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi, sehingga saya dicekal/diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia,” pungkas Habib Rizieq.
(ameera/arrahmah.com)