JAKARTA (Arrahmah.com) – Ada yang menarik dalam acara dialog yang dilakukan oleh sejumlah jurnalis media asing asal Amerika Serikat yang tergabung dalam International Reporting Program dengan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. A. Hasyim Muzadi (yang juga Ketua Umum ICIS) dan sejumlah pimpinan ormas Islam lainnya, seperti Habib Rizieq Syihab (Ketua Umum FPI) dan Ismail Yusanto (Jubir HTI), serta Abdul Mu’ti (mewakili Muhammadiyah) pada Rabu (11/5/2011) lalu.
Diskusi yang dilaksanakan di Kantor ICIS (International Conference of Islamic Scholars), Jl. Dempo No. 54, Matraman, Jakarta Pusat tersebut memberikan kesempatan pada jurnalis asing untuk menanyakan banyak hal, mulai dari terorisme, radikalisme, Negara Islam, Usamah bin Ladin, Abu Bakar Baa’syir, hingga gerakan FPI itu sendiri.
International Reporting Program adalah sebuah kegiatan yang melibatkan para jurnalis di AS untuk mendapatkan informasi soal Islam di Indonesia secara langsung dari narasumbernya. Dengan demikian, para jurnalis asing ini bisa mendapatkan informasi secara konprehensif ihwal Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin. Terlihat, para jurnalis itu sangat antusias dengan keramah-tamahan Habib Rizieq yang sangat terbuka dan lugas menjawab seluruh pertanyaan.
Ketika mereka bertanya soal negara Islam, Habib Rizieq menjelaskan, sebelum Indonesia merdeka, yakni sejak bangsa ini dijajah, lalu merdeka hingga saat ini, Indonesia sudah merupakan negara Islam.
FPI sebagai organisasi Islam Ahli Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) atau sunni berpegang pada defenisi negara Islam yang berada pada kitab-kitab kuning. Di dalam pemahaman Aswaja disebutkan, setiap negeri yang dikuasai oleh umat Islam, berpenduduk mayoritas Islam, dipimpin oleh orang Islam, lalu umat Islam dengan bebas melaknakan ibadahnya, dan sebagian besar syariatnya bisa dijalankan syariatnya, maka itu sudah dikategorikan sebagai negara Islam.
“Jadi bagi FPI, tidak perlu lagi mendirikan Negara Islam Indonesia, karena negara ini adalah negara Islam yang bernama Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, berbendera Merah Putih, yang sekarang ini dipimpin oleh Presiden SBY. Terpenting, sebagian besar hukum Islam sudah berjalan di republik ini, dan itu sudah bisa dibuktikan secara ilmiah,” tegas Habib Rizieq.
Pernyataan inilah yang beberapa hari ini menjadi pertanyaan dari beberapa aktivis gerakan Islam, yang mempertanyakan mungkinkah Habib Rizieq telah berubah dalam memandang Islam itu sendiri. Arrahmah.com berusaha mencari tahu jawaban atas isu tersebut. Nyatanya hal itu jelas-jelas dijabarkan secara gamblang oleh Habib Rizieq dalam situs resmi FPI di www.fpi.or.id.
Dalam situs tersebut Habib Rizieq menjelaskan pada tulisan berjudul “INI bukan NII”, bahwa “…issue NII tidak boleh membuat langkah perjuangan umat Islam terhenti. Kini, mari kita kampanyekan secara besar-besaran bahwa Indonesia Negara Islam (INl) yang harus diisi dengan Hukum Islam. Caranya, semua Hukum Islam yang sudah bisa berjalan, maka wajib kita jalankan sepenuhnya, sedang yang belum bisa berjalan, maka wajib kita perjuangkan penerapannya. Tiada hari tanpa perjuangan penerapan Syariat Islam.
Ingat, negara kita adalah NEGARA ISLAM, namanya Republik Indonesia, benderanya Merah Putih, dasar negaranya Pancasila dan UUD 1945, presidennya saat ini adalah SBY, hukumnya Hukum Islam tapi belum sempurna. Jika kita tidak menyatakan Indonesia sebagai Negara Islam, nanti ada kelompok lain yang mengklaim Indonesia sebagai “negaranya”.
Dalam tulisan tersebut Habib Rizieq juga menekankan bahwa setiap komponen dari gerakan Islam manapun harus memahami bahwa perjuangan untuk penerapan syariat Islam belumlah selesei sampai disini. (rasularasy/arrahmah.com)