JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab menegaskan, Islam sampai sekarang tetap damai dan toleran. “Istilah bahwa Islam radikal, kekerasan agama, teroris, dan fundamentalis itu hanya diskriminasi,” katanya di Surabaya, Selasa (22/2/2011), pada seminar memperingati Hari Lahir ke-88 NU.
Menurut Habib Rizieq, diskriminasi yang sengaja menyudutkan Islam itu terlihat dalam kasus pemberontakan di Filipina Selatan dan Thailand. “Kalau pemberontak di Filipina selatan dan Thailand itu beragama Islam maka disebut teroris, tapi kalau non-Islam disebut gerilyawan, bukan teroris,” katanya.
Contoh serupa juga terjadi di Kashmir, India, Iraq, Palestina, dan sebagainya. “Kalau Israel melakukan pengeboman tidak disebut teroris,” katanya.
Bahkan, perlakuan diskriminasi pernah dialaminya. “Saat warga muslim Ambon dibantai, hal itu didiamkan, tapi ketika kami datang untuk menolong saudara sesama muslim, maka kami (malah) disebut teroris,” katanya.
Padahal, dia tidak akan menolong saudara sesama muslim jika saudaranya tidak dizalimi atau diberi tekanan baik fisik maupun psikis.
“Kalau mau menghentikan apa yang disebut kekerasan itu, maka kuncinya sederhana, yakni hentikan kekerasan terhadap Islam dan tidak menjadikan Islam sebagai tertuduh secara tidak adil,” katanya.
Ia menengarai, akhir-akhir ini muncul serangan psikis terhadap Islam melalui penyebaran buku-buku liberal yang menghina Allah, Nabi, dan Islam.
Dalam seminar itu, Habib Rizieq menyatakan pimpinan NU adalah gurunya dan NU adalah rumahnya. “Kami sangat mencintai NU, karena NU itu rumah besar kami dan pimpinannya adalah orang tua kami,” katanya.
Karena itu Habib Rizieq mengajak NU dan para ulama untuk menjaga Indonesia dari intervensi pihak luar yang memasukkan aliran sesat dan pikiran liberal.
Sementara itu, mantan Ketua Umum Laskar Jihad Ustadz Ja`far Umar Thalib menilai Islam mengajarkan kelembutan, tapi juga bertindak keras. “Para kiai bilang kekerasan dan kelembutan dalam Islam itu situasional. Kapan untuk kekerasan dan kapan untuk kelembutan itu mengikuti pertimbangan maslahah (manfaat) dan mafsadah (bahaya),” katanya pada seminar yang juga dihadiri Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu. (ant/arrahmah.com)