TEL AVIV (Arrrahmah.id) – Surat kabar Haaretz dalam tajuk utamanya menegaskan bahwa Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu berbohong saat mengklaim bahwa perpanjangan agresi ke Gaza terjadi karena Hamas menolak membebaskan tahanan “Israel”.
Media tersebut menyatakan bahwa Netanyahu telah membayar harga kembalinya Menteri Keamanan Nasional yang mengundurkan diri, Itamar Ben Gvir, ke dalam pemerintahan. “Namun, tentu saja, bukan dari kantongnya sendiri, melainkan dengan darah 59 tahanan “Israel” yang nasibnya mungkin telah ditentukan dengan dimulainya kembali perang.”
Perlu dicatat bahwa partai Likud yang dipimpin oleh Netanyahu mengumumkan bahwa partai Otzma Yehudit yang dipimpin oleh Ben Gvir akan kembali bergabung dalam koalisi pemerintahan. Pengumuman ini bertepatan dengan serangan udara besar-besaran “Israel” pada Selasa, yang menyebabkan lebih dari 400 warga Palestina gugur.
Partai Ben Gvir sebelumnya menarik diri dari koalisi pada Januari lalu sebagai bentuk protes terhadap gencatan senjata antara “Israel” dan Hamas dalam perang di Gaza.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Selasa, kantor Netanyahu mengklaim bahwa agresi terhadap Gaza dilanjutkan setelah Hamas “berulang kali menolak membebaskan sandera kami serta menolak semua proposal yang mereka terima dari utusan AS, Steven Whitekoff, dan mediator lainnya.”
Namun, Haaretz menulis dalam editorialnya bahwa harus dikatakan “dengan lantang dan jelas” bahwa pernyataan itu adalah “kebohongan”. Media tersebut menegaskan bahwa yang melanggar perjanjian gencatan senjata bukan Hamas, melainkan “Israel” sendiri.
Kantor Netanyahu juga berbohong saat mengklaim bahwa tujuan dari agresi ini adalah mencapai target perang yang telah ditetapkan oleh kepemimpinan politik, termasuk membebaskan semua tahanan “Israel”, baik hidup maupun mati.
“Israel” Langgar Janji dan Perburuk Situasi Gaza
Haaretz memperingatkan bahwa tekanan militer yang dilakukan “Israel” terhadap Hamas justru membahayakan nyawa sandera “Israel”, pasukan militernya sendiri, serta penduduk Gaza. Selain itu, agresi ini semakin menghancurkan sisa-sisa wilayah Gaza yang sudah luluh lantak.
Seharusnya, negosiasi tahap kedua perjanjian gencatan senjata dimulai pada hari ke-16 dari tahap pertama, yang bertujuan membebaskan semua tahanan yang tersisa di Gaza. Namun, pemerintah Netanyahu-lah yang menolak melanjutkan kesepakatan ini.
Haaretz juga menegaskan bahwa “Israel” melanggar janji dengan tidak menarik diri dari Koridor Philadelphia, menutup perbatasan, serta menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Kesimpulannya, media tersebut menyebut bahwa Netanyahu telah mengorbankan sandera demi menyelamatkan pemerintahannya dari kehancuran. Sekarang, dia dan para sekutunya di koalisi tidak lagi peduli dengan kemarahan keluarga sandera. “Yang mereka pedulikan hanyalah menyetujui anggaran negara,” tulis Haaretz.
(Samirmusa/arrahmah.id)