BANGKALAN (Arrahmah.com) – Terkait fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang BBM bersubsidi bagi masyarakat mampu, pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid, meminta (MUI) agar mengkaji terlebih dulu wacana fatwa tersebut.
“Fatwa haram BBM premium (bersubsidi) akan memicu polemik di masyarakat maka MUI perlu mengkaji sebelum difatwakan,” kata KH Salahuddin Wahid, saat menghadiri acara pengajian di ponpes Darussalam, Desa Langkap, Kecamatan Burneh, Bangkalan, Madura, Rabu (29/6/2011).
Menurut Gus Solah, sapaan akrab KH Salahuddin Wahid, sebuah fatwa yang bakal dikeluarkan MUI terhadap suatu persoalan harus melalui pertimbangan yang matang. Sebab, jika tidak melalui pengkajian dikawatirkan fatwa tersebut tidak akan berlaku efektif.
Walaupun setiap fatwa MUI berlandaskan hukum Islam, namun Gus Solah berpendapat rencana fatwa haram BBM bersubsidi untuk kalangan masyarakat mampu harus tetap melalui pendapat dan keinginan dari masyarakat. Agar fatwa tersebut tidak kontraproduktif dengan keinginan masyarakat.
Seperti yang diketahui, pemerintah telah menetapkan bahwa BBM bersubsidi hanya bagi orang yang tidak mampu, sedangkan yang mampu ialah BBM nonsubsidi (Pertamax). Terkait hal tersebut Majelis Ulama Indonesia mewacanakan penerapan fatwa haram bagi masyarakat mampu yang tetap saja membeli BBM jenis premium dengan alasan itu khusus untuk orang yang tidak mampu.
Wacana penerapan fakta haram ini dengan pertimbangan bahwa jika orang mampu menggunakan jatah orang yang tidak mampu, maka hal itu masuk kategori “dholim”, dan itu dilarang oleh ajaran agama Islam.
Menurut KH Salahuddin Wahid, logika pemikiran seperti itu sebenarnya sudah tepat menurut hukum Islam, sayangnya pertimbangan yang matang dan efektifitas penerapan di lapangan perlu juga menjadi perhatian MUI. Padahal untuk menerapkan hukum yang memang telah benar berdasarkan Islam, efektifitas dan alasan lain harusnya tidak dijadikan alasan dalam penerapannya.
Sementara itu, selain fatwa haram BBM bersubsidi bagi kalangan masyarakat mampu, MUI juga telah mulai membahas wacana fatwa haram bagi pengiriman TKI perempuan. (ans/arrahmah.com)