Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas
(Arrahmah.id) – Ukhuwah politik (pertemanan berlandaskan kepentingan politik) yang diinisiasi oleh PKS, PKB, plus NASDEM, kemudian mengantarkan H. Anies Rasyid Baswedan – H. Muhaimin Iskandar sebagai capres/cawapres, menemukan momentumnya pada Pilpres 2024.
Apabila kualitas pertemanan ini meningkat menjadi ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seluruh rakyat muslim, apapun ormas, parpol, maupun komunitasnya, baik polri maupun TNI), akan melahirkan potensi kemaslahatan serta kekuatan yang dahsyat sebagai benteng NKRI. Dan bukan mustahil kontroversi stigmatif antara Muslim Nasionalis dan Muslim Modernis, atau Islam khilafah dan Islam kebangsaan dapat dinolkan, bahkan menganggapnya hanyalah jargon usang politik masa lalu.
Sebab, di antara karakteristik persaudaraan Muslim (ukhuwah Islamiyah) adalah tolong menolong, saling membantu dan menguatkan dalam kebaikan, keadilan dan tanggungjawab. Bukan tolong menolong atau saling menguatkan untuk membela kejahatan dan kezaliman.
Namun, amat disayangkan, masih adanya politisi yang gemar menghasut masyarakat, dan memecah belah upaya persatuan rakyat Muslim. Pernyataan Sekjen PBNU, Syaefullah Yusuf yang meminta warga NU tidak memilih paslon yang didukung oleh Abu Bakar Ba’asyir, hanyalah sekedar contoh. “Kita harus waspada pada kelompok lain yang berseberangan dengan NU, apalagi cuma diiming-imingi posisi wakil presiden. Jangan mau pilih kelompok ini,” ujar Syaefullah gusar.
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir diketahui mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024 nanti, adalah hak dia yang dilindungi UU. Dukungan itu mengemuka lewat rekaman suaranya di akun TikTok @aniesvisioner, belum lama berselang.
Pernyataan Syaefullah ini, membuktikan dirinya belum move on. Ia masih menggunakan kerangka berfikir jahiliyah, “Musuh dari musuhku adalah temanku”. Mahfuzhat (pribahasa) Arab jahiliyah ini mensugesti, dimana dua parpol atau lebih yang berlawanan dapat berkolaborasi mengalahkan musuh bersama, dengan segala cara dan rekayasa.
Perhatikan peringatan Allah Swt di dalam Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang beriman, jauhilah oleh kalian sebagian besar dari rasa curiga kepada sesama mukmin. Karena curiga kepada sesama mukmin itu dosa. Janganlah kalian memata-matai sesama mukmin. Janganlah kalian menggunjing satu sama lain. Patutkah seorang di antara kalian dengan senang hati memakan daging bangkai saudaranya? Tentu kalian benci hal itu. Taatlah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.”(QS Al-Hujurat [49] : 12)
Ujaran kebencian (Hate speech) yang dilontarkan Sekjen PBNU ini, tentu saja berbahaya bagi Pemilu yang Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan Jurdil (Jujur, dan Adil). Mafhum mukhalafahnya, akan ada perlawanan, “jangan dukung capres yang didukung rezim cawe-cawe”. Atau, “Jangan dukung paslon yang didukung Syaefullah Yusuf, di dalamnya bercokol banyak terduga korupor?”
Penulis sengaja mengutip ungkapan tulus Prof. Dr. Aliya, bunda Anies Rasyid Baswedan yang mengharukan. “Kalau toh kalian belum bisa mencintai anak saya, setidaknya jangan kau hardik anakku dengan bahasa hewan. Dia juga punya hak untuk mengabdi di negeri dimana dia dibesarkan,” katanya dalam sebuah video yang viral di medsos.
Asas Jurdil, sesungguhnya menghendaki supaya para penyelenggara Pemilu, KPU, Bawaslu, bersama dengan DKPP, aparat pemerintah, dan semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan Pemilu harus bersikap dan bertindak jujur. Dan menjamin setiap pemilih dan peserta Pemilu diperlakukan secara adil, bebas dari intimidasi dan kecurangan pihak manapun.
Numpang tanya, kompensasi apa yang diperoleh Syaefullah sehingga tega menghasut masyarakat Nahdliyin, dengan mendiskreditkan ulama dan mengorbankan Paslon lain yang notebene sohibnya sendiri? Mengapa Pemilih Nahdliyin dihalangi hak konstitusionalnya untuk memilih Paslon sesuai aspirasi dan hati nuraninya, termasuk ikut berkontribusi dalam arus perubahan untuk memenangkan Paslon Anis Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar?
Relevan dengan hal ini, nasehat Hadhratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari: “Tinggalkanlah kefanatikan, tinggalkanlah jurang yang berbahaya ini. Belalah agama Islam, berusahalah untuk melawan orang yang menista al-Qur’an dan sifat-sifat Allah ar-Rahman dan orang-orang yang mengajarkan ilmu kebatilan dan aqidah sesat. Jihad dalam hal ini wajib hukumnya, alangkah baiknya jika kalian sibuk dalam urusan ini”. (Anwar Muhammad, Mawa’iz, Maktabah Al-Mukarrom, Pasuruan, Agustus 2018)
Yogyakarta, 23/01/2024
(ameera/arrahmah.id)