JAKARTA (Arrahmah.com) – Serangan gelombang liberalisasi tampak nyata dalam kasus-kasus penolakan masyarakat terhadap datangnya icon-icon pemikiran sesat, seperti Irshad Manji dan Lady Gaga. Menurut ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Hamid Fahmy Zarkasyi (Gus Hamid), upaya memojokkan Front Pembela Islam sebagai simbol kekerasan agama dalam kasus-kasus penolakan tersebut merupakan bagian dari program liberalisasi meminggirkan agama dari kehidupan dengan memanfaatkan moment tersebut untuk membangun opini mendeskriditkan agama Islam.
“Mereka berkata bahwa Islam itu agama yang penuh kekerasan,” kata Gus Hamid disaat peluncuran Bukunya Misykat di Gedung Bukopin, Jakarta, Minggu malam (27/05).
Lanjut Gus Hamid, sehingga kalangan liberal berhasil memunculkan anggapan dikebanyakan masyarakat bahwa kekerasaan yang dilakukan oleh kelompok yang beratribut agama lebih dahsyat dari kejahatan lain, padahal kenyataan yang terjadi sebaliknya.
“Kelompok yang melarang adanya kemunkaran malah dicap jahat dan diberitakan yang negatif. Tapi kejahatan lain, seperti misalnya mutilasi, pemerkosaan atau pembunuhan malah terkesan biasa-biasa saja,” tandas ustadz bergelar doktor itu.
Kenyataanya, dalam dalam kasus Lady Gaga yang menolak datang ke Indonesia bukan hanya Ormas FPI (Front Pembela Islam). Karena itu, dia juga meminta kepada pihak-pihak yang selama ini memojokkan ormas FPI, agar membuka mata.
“Yang berkembang di masyarakat bahwa FPI ormas Islam yang suka bikin rusuh dan menjadi satu-satunya kelompok Islam yang menolak Gaga,” tutur Gus Hamid
Padahal, kata Fahmy, banyak sekali kelompok atau ormas Islam yang menolak kehadiran Lady Gaga ke Jakarta. “Hampir semua kelompok Islam menolak, bukan cuma FPI . Ada Muhammadiyah, NU, INSIST, MIUMI, dan masih banyak yang lain,” paparnya.
Pola-pola tersebut menurut Gus Hamid bukanlah suatu hal yang kebetulan terjadi, akan tetapi sesuatu yang sengaja dirancang untuk memuluskan rencana liberalisasi kehidupan yang meminggirkan peran agama. (bilal/arrahmah.com)