BULUKUMBA (Arrahmah.com) – Kebijakan Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Bulukumba yang melarang guru wanita mengenakan busana syar’i, terasa aneh. Selain berstatus sekolah Islam, mereka juga berada di wilayah yang menerapkan peraturan daerah (Perda) syariat Islam.
Mardiah Hayati, guru seni budaya di MTsN 1 Bulukumba, wali kelas 7-4 ini sudah tujuh tahun bertugas di sekolah tersebut. Namun, belakangan ini penampilannya yang mengenakan busana muslimah plus cadar dipersoalkan oleh pihak sekolah. Dia telah diperintahkan melepas cadar selama berada di lingkungan sekolah.
Kepala MTsN 1 Bulukumba, Nurmiah meminta agar pakaiannya juga disesuaikan dengan kebanyakan guru, yakni berjilbab kecil dan busana tidak longgar. Aturan ini terkesan aneh karena tidak ada aturan tertulis yang mengharuskan penampilan seperti itu. Tetapi, larangannya sadis, kalau tidak ikut aturan kepala sekolah, maka akan dipecat.
Persoalan lainnya, ada kesan kepala sekolah menganggap bahwa penggunaan busana muslimah plus cadar itu sebagai aliran sesat. Itu terungkap dari ucapan Nurmiah saat meminta Mardiah menghadap.
“Sebaiknya kamu melepas cadar dalam melaksanakan aktivitas di sekolah dan menyesuaikan ukuran jilbab yang berlaku di lingkungan sekolah. Kalau tidak mau ikut aturan, maka konsekuensinya keluar dari sekolah. Aturan ini juga diterapkan untuk menghindari adanya aliran sesat,” ujar Nurmiah seperti ditirukan Mardiah, sebagaimana dilansir Fajar Online, Sabtu (24/3/2017).
Nurmiah mengaku perintah untuk melepas cadar tersebut adalah aspirasi siswa dan guru.”Iya memang kami meminta guru tersebut melepaskan cadarnya di lingkup sekolah, tapi kalau di luar sekolah ya terserah,” katanya.
Belakangan, dia mengklarifikasi soal ancaman untuk dikeluarkan dari sekolah. Nurmiah mengakui tidak ada aturan tertulis yang melarang jilbab besar dan cadar. Dengan begitu, dia mengaku tidak punya dasar untuk mengeluarkan ancaman seperti itu.
Mardiah sendiri merasa aneh dengan larangan itu. Di sekolahnya yang berlokasi di Desa Bonto Macinna, Kecamatan Gantarang, Bulukumba, ruang kelas siswa laki-laki dipisah dengan perempuan. Ini memang berlaku pada kebanyakan madrasah. Maklum, masa balig laki-laki biasanya dimulai pada masa SMP atau MTsN.
Berdasarkan penuturan Mardiah, selama ini, saat mengajar di kelas wanita, dia selalu melepas cadar dalam ruangan. Tentu saja dengan menutup pintu agar tidak terlihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya. Saat keluar ruangan, dia kembali mengenakan cadar. Sebenarnya tidak ada yang aneh dari penampilan seperti itu.
Namun, sepertinya Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Bulukumba, Muh Rasbi cenderung mendukung adanya pelarangan tersebut. Meski tidak ada aturan yang melarang, Rasbi mengimbau guru bersangkutan melepas cadar akibat adanya pengaduan dari guru lainnya.
(ameera/arrahmah.com)