Oleh Ai Siti Nuraeni
Pegiat Literasi
Pasar sehat Cileunyi (PSC) di desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung kembali dipenuhi sampah yang menggunung. Padahal pedagang selalu membayar retribusi ke paguyuban dan pengelola PSC. Namun sampah masih saja telat untuk diangkut dan dibiarkan menggunung. PT Biladi Karya Abadi selaku pengelola PSC disinyalir tidak mau bekerjasama untuk memecahkan masalah ini. (Bandungraya.net, 20/9/2024)
Menanggapi berita tersebut, pengelola PSC mengakui akan adanya peristiwa tersebut namun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Dalam menghadapi masalah ini, pemerintah hanya bisa menggulirkan solusi berupa operasi bersih juga menjalin komitmen kembali dengan pengelola pasar agar tidak terjadi kasus yang sama.
Persoalan sampah masih menjadi hal yang harus diselesaikan oleh pemerintah, tidak hanya di Kabupaten Bandung melainkan juga wilayah lainnya di Indonesia. Pasalnya, banyak dampak buruk yang dirasakan ketika sampah tidak dikelola dengan baik. Selain menyebabkan kerusakan alam, pengelolaan sampah yang buruk juga bisa memperburuk kualitas hidup manusia dan makhluk hidup yang lainnya.
Karena itu, diperlukan peran dan kerjasama dari berbagai pihak untuk bisa menyelesaikannya dari hulu ke hilir. Adapun yang harus ikut andil di dalamnya adalah:
Pertama, individu yang sadar akan kebersihan, mau mengelola sampah, dan tidak membuang sampah sembarangan. Dengan demikian, sampah bisa diklasifikasikan sejak dari awal, apakah termasuk organik, nonorganik, atau elektronik. Sehingga sampah bisa dikelola sesuai dengan jenisnya dan meminimalisir bencana yang bisa terjadi karena sampah yang tercampur.
Kedua, masyarakat yang saling mengingatkan untuk menjaga lingkungan. Karena dalam suatu masyarakat tentu tidak semuanya taat peraturan, pasti akan ditemui orang-orang yang malas dan tidak peduli dengan pengelolaan sampah. Maka diperlukan aktivitas saling mengingatkan ini agar lingkungan bisa terjaga kebersihannya.
Ketiga, hadirnya pemerintah (negara) sebagai pemangku kebijakan. Melalui kebijakan yang dibuatnya pemerintah bisa memberikan arahan, membuat program yang bersifat komprehensif hingga memaksa dan memberlakukan sanksi tegas bagi individu, masyarakat, atau pengusaha industri yang tidak mematuhi aturan. Salah satunya apa yang dilakukan Bupati Bandung dengan melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) untuk membuat program bebas dari sampah organik dengan membangun TPS3R (Tempat Pembuangan Sampah Reuse, Reduce dan Recycle). Pembangunannya yang pertama dilakukan di Kelurahan Rancaekek Kencana, Kecamatan Rancaekek. Untuk mengawasi pembangunannya Bupati Bandung Dadang Supriatna pun berkunjung ke tempat tersebut. (Kompas.tv, 17/9/2024)
Dengan berjalannya program tersebut, sampah organik yang terdapat di satu wilayah bisa diolah menjadi kompos dan digunakan untuk menyuburkan tanaman. Ini bisa menjadi solusi jika pembangunannya merata di setiap wilayah. Sehingga fenomena sampah organik yang menggunung seperti di Pasar Cileunyi tidak akan terulang.
Hanya saja, sistem kapitalisme membuat manusia berpikir sempit, tidak menghargai lingkungan, hedonis dan konsumtif. Sehingga jangankan sampah bisa dikelola dengan baik, fakta yang terjadi sampah malah semakin menggunung. Jika pun ada negara yang mampu mengatasi masalah sampah seperti Jepang misalnya, tapi itu tidak dilahirkan dari kesadaran dan akidah yang sahih melainkan ketakutan akan hukuman jika membuang sampah sembarangan. Namun setidaknya dengan aturan yang diberlakukan secara sistemik mampu mewujudkan kesadaran individu dan masyarakat menjaga lingkungan agar bersih dan sehat.
Sayangnya tidak sedikit masyarakat kapitalisme saat ini yang memiliki prinsip individualis membuat mereka hanya mementingkan diri pribadi. Maka tatkala ada orang lain yang membuang sampah sembarangan tidak ada usaha yang berarti untuk mengingatkannya. Kalaupun ada jumlahnya sedikit sehingga tidak bisa berdampak besar.
Selain itu, untuk membangun TPS3R dan tempat pengolahan sampah jenis lainnya membutuhkan dana yang besar dan perlu petugas khusus yang bisa mengangkut dan mengolah sampah itu secara reguler. Negara kadang berdalih tidak punya dana yang cukup untuk membangun fasilitas publik atau tempat pengolahan sampah secara luas dan menggaji para petugasnya dengan layak. Padahal jelas ini tanggung jawab negara sebagai pengurus dan pengatur kepentingan publik. Ketika tanggung jawab tersebut tidak mampu diwujudkan, negara bukan saja telah gagal menjadi pelayan rakyat tapi juga memperlihatkan kelemahannya. Akibat mempertahankan sistem buruk kapitalisme.
Oleh karena itu, mendambakan lingkungan yang bersih dengan pengelolaan sampah yang baik di dalam sistem kapitalisme hanyalah angan-angan. Masyarakat seharusnya mulai melirik kepada sistem Islam yang telah terbukti bisa mewujudkannya dengan mekanisme yang baik.
Dari sisi individu, Islam mampu menumbuhkan kesadaran menjaga lingkungan dari dalam diri sendiri berasaskan keimanan bukan paksaan. Karena sbuah hadis menyatakan bahwa:
“Sesungguhnya Allah Swt. itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.” (HR Tirmidzi)
Masyarakat yang berdasarkan Islam juga bisa memberikan contoh tentang pengelolaan sampah yang baik. Tidak mencukupkan pada dirinya sendiri, masyarakat juga akan tergerak untuk bergotong-royong menjaga kebersihan. Karena dalam Islam diyakini bahwa menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang buruk itu adalah sebuah kewajiban.
Selanjutnya negara Islam pasti akan menyediakan segala hal yang dibutuhkan oleh rakyatnya termasuk sistem pengelolaan sampah. Termasuk di dalamnya edukasi cara memilah sampah, menghimbau untuk hidup dengan sederhana, membangun tempat pengolahan sampah, dan menugaskan orang-orang yang akan mengelolanya. Pemerintah akan memiliki dana yang cukup untuk menjalankan programnya karena semua sumber daya alam dikelola secara mandiri. Belum lagi pendapatan yang bisa diraih dari jizyah, kharaj, ghanimah, dan lain sebagainya.
Pada masa Bani Umayyah, di abad ke 9-10 M jalan-jalan di kota Cordoba begitu bersih dari sampah, karena telah ada mekanisme pengelolaan sampah di daerah perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn luqa, Ar Razi, ibn Al Jazzar dan Al Masihi. Dengan jalan-jalan yang sudah dipadatkan, sudah diterangi oleh lampu pada malam hari, dan terbebas dari sampah membuat suasana kota terlihat bersih dan nyaman. Padahal dalam waktu yang sama di Eropa masyarakat terbiasa membuang sampah di depan rumah sehingga membuat lingkungan terlihat kumuh, tidak sehat, dan kotor.
Dengan demikian persoalan sampah bisa dituntaskan tanpa meninggalkan masalah yang lain. Maka, untuk mewujudkan lingkungan yang bebas sampah adalah dengan mengembalikan aturan Islam dalam kehidupan sehari-hari hingga bernegara.
Wallahua’lam bis shawwab