ACEH (Arrahmah.com) – Keberadaan Aceh sebagai provinsi yang memperjuangkan diberlakukannya syariat Islam memang tak bisa dipungkiri, tak salah jika sebutan Serambi Mekah disematkan pada kota ini. Namun, banyaknya bangunan masjid yang kosong melompong dari para jama’ah membuat Gubernur Aceh, Irwandi merasa kecewa.
Terkait hal tersebut Irwandi mengajak masyarakat untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kewibawaan dan marwah Aceh sebagai daerah “Serambi Mekah”.
“Menjaga kewibawaan dan marwah bumi Aceh sebagai Serambi Mekah hanya bisa dilakukan dengan cara menjadi muslim yang baik,” katanya di Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Minggu (3/7/2011) malam.
Hal tersebut disampaikan di sela-sela pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) XXX tingkat provinsi yang diikuti kafilah dari 23 kabupaten dan kota di wilayah itu.
Irwandi mengungkapkan menjadi muslim yang baik, bisa dilakukan dengan cara menjaga kesalehan spritual dengan menuruti segala perintah dan larangan agama, juga yang tidak kalah penting melalui kesalehan sosial.
“Disamping itu juga kita harus menjadi orang yang dapat memberi manfaat bagi masyarakat lainnya,” kata Irwandi Yusuf menjelaskan.
Lebih lanjut ia mengatakan berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan diharapkan tidak hanya menjadi upacara serimonial, tapi harus diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
“Saya berharap MTQ ini menjadi momentum untuk menyegarkan kembali semangat kita guna mencintai, mempelajari dan mengamalkan Al Quran sebagai sumber dari segala hukum dalam kehidupan,” katanya.
Sementara itu, Irwandi mengungkapkan kekecewaan terkait fenomena saat ini tentang banyaknya pembangunan masjid di Aceh namun rumah ibadah tersebut hanya terisi penuh pada pelaksanaan shalat Jumat dan hari raya.
“Fenomena itu harus menjadi perhatian kita bersama dengan harapan agar ke depan setiap masjid dapat dipenuhi oleh pelaksanaan shalat lima waktu,” katanya lagi.
Selain itu, Gubernur juga menilai kecintaan masyarakat terhadap Al Quran sebagai salah satu kearifan lokal di Aceh saat ini mulai tercabut. Hal tersebut dapat dilihat dari pengajian Al Quran yang sering terdengar setelah shalat maghrib di Aceh beberapa tahun silam kini mulai menghilang.
Harusnya dibuat aturan tentang kewajiban laki-laki untuk shalat berjamaah di masjid, dengan demikian pemimpin telah memaksimalkan upaya memakmurkan masjid seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW, dengan pemberlakuan sanksi bagi laki-laki yang tidak shalat di masjid.
Dengan demikian, syariat Islam yang diberlakukan di Aceh diharapkan kedepannya akan lebih kompleks dan sempurna, karena pada dasarnya Islam “hadir” dengan segala aturan di seluruh bidang kehidupan, tidak hanya terkait dengan ibadah. (ans/arrahmah.com)