JAKARTA (Arrahmah.com) – Telah diakui Ketua BNPT Ansyad Mbai, bahwa pemberitaan terkait terorisme adalah sebuah upaya pengalihan isu. Lalu apa grand design dibalik itu semua?
“Yang jelas, ada upaya sistematis untuk menutup kata kunci dalam Islam, seperti jihad, silaturahim, thogut, fa’i, taklim, rohis, khilafah, dan icon-icon lain. Semua itu mau dihilangkan, targetnya adalah agar icon-icon itu ditakuti sendiri oleh umat Islam,” kata Koordinator Indonesia Journalist Forum (IJF) Mustofa Nahrawardaya kepada wartawan usai meresmikan Media Center di Jakarta.
Kata Mustofa, suatu ketika, Khatib Jum’at akan takut menyerukan jihad ke Myanmar untuk membantu Muslim Rohingya. Karena jihad sudah menjadi momok yang menakutkan. Termasuk icon silaturahim.
“Ketika silaturahim juga menjadi momok, maka orang baik menjadi takut menerima tamu untuk berkunjung ke rumahnya. Padahal tidak bisa dibuktikan apakah tamu yang datang itu terduga teroris atau bukan. Tuduhan itu berdasarkan informasi versi polisi. Jadi pesannya adalah jangan mudah menerima sesama muslim untuk bersilaturahim untuk berkunjung ke rumah anda. Seperti yang terjadi di Kebayoran Lama,” ungkap Mustofa.
Ketika Jihad dikunci oleh BNPT dan Densus, maka ketika umat Islam melakukan aksi solidaritas di depan Kedubes Myanmar, lalu dibuatlah isu soal penangkapan teroris karena dituduh akan melakukan pengeboman di Kedubes Myanmat. Disini ada pesan, jangan jihad ke Myanmar, atau jangan demo kedubes tersebut. “Ada upaya untuk menakut-nakuti, sehingga diharapkan terjadi ketakutan massal yang berbasiskan teorisme. Saya menggunakan istilah Negara menteror balik masyarakat.”
(desastian-voaislam/arrahmah.com)