(Arrahmah.com) – Tahun 2012, Indonesia masuk lima besar dalam masalah kasus gizi buruk (beritasatu.com, 18/1/2012). Sekitar 183 anak di Sumatera Selatan menderita gizi buruk, tahun 2012 kemarin (Palembang.tribunnews.com,25/1/2013). Menyebrang ke Sulawesi Tenggara, terdapat 243 kasus gizi buruk sepanjang tahun 2012 (regional.kompas.com,5/3/2013). Untuk tahun 2013 ini, di Karawang tercatat 63 kasus (antaranews.com,1/3/2013). Data ini hanya menggambarkan sebagian kecil kasus yang terjadi. Fenomena kasus gizi buruk ini sudah seperti gunung es.
Permasalahan ekonomi kerap menjadi alasan utama banyaknya kasus gizi buruk, hal ini diikuti dengan faktor lingkungan yang tidak sehat, juga kurangnya ketersediaan air bersih. Kemiskinan yang diderita oleh penduduk Indonesia belumlah selesai. Dengan tingkat ekonomi yang rendah, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Mereka tidak sanggup membeli beras yang harganya kian melambung, maka nasi aking pun jadi santapannya. Mereka tak mampu membeli daging, makan tempe dan tahu pun sudah serasa mewah.Jangankan memikirkan standar kesehatan dan asupan gizi, sudah bisa makan hari itu pun mereka syukuri. Dengan kenyataan yang seperti ini, wajar jika banyak penduduk Indonesia yang masih terkena gizi buruk.
Lingkungan yang tidak sehat menjadi alasan selanjutnya yang menyebabkan gizi buruk. Bagaimana masyarakat akan memperhatikan lingkungannya jika untuk sekedar makan sehari-hari saja masih susah? Akhirnya masyarakat akan tinggal di tempat yang tersedia, jika tinggal di kota besar, ketersediaan lahan menjadi satu-satunya alasan tinggal disana. Besarnya biaya tinggal membuat masyarakat menempatkan kelayakan dan kesehatan lingkungan diurutan kesekian. Ketersediaan air bersih untuk aktifitas masyarakat pun masih sulit. Banyak yang akhirnya menggunakan air yang tidak terjamin bersih untuk keperluan sehari-hari. Akhirnya MCK pun dilakukan di pinggir sungai yang juga sebagai tempat pembuangan limbah baik dari rumah tangga maupun perusahaan.
Namun, hal ini begitu menyakitkan mengingat Indonesia bukanlah negara miskin. Tanah Indonesia subur, tongkat saja bisa tumbuh menjadi tanaman. Lautnya membentang luas dengan dihiasi berjuta jenis biota laut. Belum lagi kekayaan bumi Indonesia. Mengapa penduduk Indonesia tidak merasakan kekayaan itu?
Bukannya Indonesia miskin sehingga penduduknya masih ada yang terkena gizi buruk. Tapi, semua ini terjadi karena semua kekayaan kita ternyata dirampas oleh asing. Kekayaan hutan Indonesia dijarah dan dibawa ke luar negeri. Hasil tambang bumi sampai mata air Indonesia pun dikuasai oleh asing. Perampasan ini terjadi direstui oleh UU Migas, Minerba, dan UU berbau liberalisasi lainnya. Dengan bertameng berbagai Undang-Undang liberal inilah asing secara bebas bisa menjarah kekayaan alam Indonesia. Menjadi wajarlah bila penduduk Indonesia tidak bisa menikmati kekayaan alamnya yang melimpah. Mengapa pemerintah Indonesia seperti ini?
Inilah konsekuensi atas penerapan sistem Kapitalisme, dimana peran pemerintah diminimalisir dari semua penjuru, termasuk pengelolaan sumber daya alam. Dalam Kapitalisme, tidak ada pengaturan kepemilikan, siapapun bebas memiliki sumber daya alam. Para kapitalis atau pemilik modal besarlah yang memegang kendali untuk membuat kebijakan, didampingi oleh penguasa. Kebijakan pro kapitalis menjadi lebih mudah didapatkan dengan merebaknya budaya korupsi di Indonesia. Dalam kapitalisme, uang memegang kendali. Sehingga apa kebutuhan rakyat tidak lagi terlihat, semuanya tertutupi oleh kebutuhan para pengusaha besar.
Sistem lain perlu ditelusuri untuk menuntaskan permasalahan ini agar tidak berkelanjutan lagi. Salah satunya adalah sistem Islam. Tidak seperti sistem Kapitalisme yang berasal dari manusia, sistem Islam langsung berasal dari Tuhan Pencipta Semesta Alam, Allah swt. Islam sebagai sistem mengatur kepemilikan, Islam mengharamkan kepemilikan sumber daya alam yang berhubungan dengan hajat hidup umat diprivatisasi. Islam mengharuskan negara mengelola seluruh sumber daya alam, dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Mata air tidak boleh diprivatisasi jika kebutuhan rakyat belum terpenuhi. Lahan-lahan tidak boleh diprivatisasi jika rakyat belum mempunyai lahan untuk tinggal yang layak. Pertambangan pun jelas tidak boleh diprivatisasi.
Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya perindividu, bukan per keluarga. Semua individu wajib dipenuhi kebutuhan sandang, pangan, papannya, sekaligus kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semau dana untuk pemenuhan kebutuhan rakyat ini didapat dari hasil pengelolaan sumber daya alam kita yang melimpah. Islam juga mengharuskan kepedulian pemerintah kepada rakyatnya karena memimpin rakyat adalah amanah. Dan amanah akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt di hari penghisaban nanti. Dengan memiliki pemimpin yang beriman dan bertakwa pada Allah, memahami kewajibannya, insya allah tidak akan lagi kasus gizi buruk menghiasi Indonesia.
Sebagaimana dicontohkan oleh sahabat, Umar Bin Khattab yang setiap malamnya melakukan ‘ronda’ untuk mengawasi rakyatnya. Hingga akhirnya saat menjumpai keluarga yang kelaparan, sang Amirul Mukminin sendirilah yang menyerahkan gandum beserta daging untuk keluarga tersebut. Aslan, pembantu Umar yang menawarkan diri untuk memikul dan menyerahkan karung gandum dan daging tersebut ditolak mentah-mentah oleh Umar. Hal ini karena ia sadar, bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Bisa kita bayangkan bagaimana kita dapatkan pemimpin yang peduli dan bertanggungjawab kepada rakyatnya jika ia tidak beriman dan bertakwa pada Allah swt, Yang Maha Melihat.
Sudah saatnya kita beralih kepada sistem yang berasal dari Pencipta Alam Semesta kita, karena Ia-lah yang tahu apa yang terbaik untuk kita. Islam bukanlah sekedar teori tanpa aplikasi.Islam sudah terbukti keberhasilannya dengan penerapannya selama kurang lebih 13 abad. Sudah saatnya kita bisa menikmati kesejahteraan, kesehatan, keamanan, dengan dinaungi ridha Allah swt ddengan penerapan Islam sebagai sistem kehidupan dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bish shawab.
________________________________
Penulis:
Nama : Fatimah Azzahra
Alamat : Jl. Aeromodeling II, Arcamanik, Bandung
Pekerjaan : Guru
(saifalbattar/arrahmah.com)