ANKARA (Arrahmah.com) – Pemerintah Turki dituduh menggiatkan deportasi para pelarian warga Uighur demi mendapat jatah vaksin corona dari Cina. Beijing dikabarkan masih menahan puluhan juta dosis vaksin yang sudah dilunasi Turki.
Tuduhan ini digulirkan kelompok oposisi karena Turki tercatat beberapa kali memulangkan pelarian Uighur secara diam-diam ke Cina demi mendapat vaksin corona. Puluhan juta dosis vaksin yang sudah dibayar Turki saat ini masih ditahan oleh Beijing atas alasan logistik.
Sebagaimana diwartakan Associated Press (6/2/2021), pada saat yang sama kepolisian menggiatkan penggerebekan terhadap pengungsi Uighur. Sebanyak 50 orang sudah ditahan di pusat detensi keimigrasian untuk dideportasi. Jumlah warga Uighur yang dideportasi tahun ini jauh lebih tinggi ketimbang tahun lalu.
Sejauh ini tidak ada bukti yang mengaitkan operasi anti migran ilegal di Turki dengan tertundanya pengiriman vaksin corona oleh Cina. Namun Beijing berulangkali dituduh memanfaatkan vaksin demi memaksakan kepentingan politiknya.
Perjanjian ekstradiksi antara Turki dan Cina sebenarnya sudah disepakati bertahun lalu, namun mendadak disahkan oleh Beijing pada Desember silam. Februari ini naskah RUU terkait sudah akan dibahas di parlemen Turki.
Warga Uighur di Turki mengatakan UU ekstradisi menggambarkan skenario terburuk, yakni dideportasi kembali ke Xinjiang, di mana lebih dari satu juta warga Uyghur mendekam dalam kamp interniran.
Beijing mengatakan apa yang terjadi di Xinjiang adalah operasi anti terorisme. Namun sebuah laporan BBC baru-baru ini mengungkap tindak pemerkosaan dan penyiksaan secara sistematis yang digunakan aparat keamanan Cina di kamp-kamp tersebut.
“Saya ketakutan dideportasi,” kata Melike, isteri Metseydi. “Saya mengkhawatirkan kesehatan mental suami saya.”
Kecurigaan muncul ketika kiriman pertama vaksin buatan Cina tertahan selama berpekan-pekan Desember silam. Otoritas Turki mengatakan sumber masalah terletak pada perizinan.
Tapi sampai saat ini pun, Cina hanya mengirimkan sepertiga dari 30 juta dosis vaksin yang seharusnya sudah tiba akhir Januari lalu, keluh Yildirim Kaya, seorang anggota legislatif dari partai oposisi terbesar.
“Keterlambatan seperti ini tidak normal. Kita sudah membayar lunas vaksin-vaksin itu,” kata dia. “Apakah Cina sedang memeras Turki?”
Yildirim mengaku sudah menanyakan secara resmi kepada pemerintah perihal tekanan Cina. Tapi sejauh ini keluhannya belum dijawab.
Otoritas Turki dan Cina bersikeras menepis dugaan UU Ekstradisi tidak dibuat untuk membidik warga Uighur. Kantor berita pemerintah di Beijing menyebut kekhawatiran tersebut sebagai sebuah hasutan, dan juru bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin, menolak adanya koneksi antara vaksin dan ekstradisi.
“Saya yakin spekulasi Anda tidak berdasar,” kata dia dalam sebuah jumpa pers, Kamis (4/2).
Adapun Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, menegaskan pihaknya tidak menggunakan warga Uighur untuk tujuan politik.
Saat ini investor Cina membiayai beragam proyek besar di Turki antara lain pembangunan pembangkit listrik batu bara senilai USD 1,7 miliar di pesisir Laut Tengah. Presiden Recep Tayyip Erdogan yang dulu menuduh Cina melakukan genosida di Xinjiang, belakangan mulai sering memuji uluran bantuan dari pemerintah di Beijing.
Sebaliknya Cina dikabarkan semakin rajin meminta pemulangan pengungsi Uighur dari Turki.
Abdurehim Parac, seorang penyair Uyghur yang ditahan dua kali selama beberapa tahun terakhir, mengatakan situasi penahanan di Turki serupa hotel jika dibandingkan kondisi di kamp interniran Cina yang seperti di neraka.
“Kematian menanti saya di Cina,” kata dia, yang meski berhasil bertahan di Turki, namun ketakutan dideportasi setiap saat. (Hanoum/Arrahmah.com)