KABUL (Arrahmah.com) – Presiden boneka Afghanistan, Ashraf Ghani, telah menandatangani dekrit untuk membebaskan 1.500 pejuang Taliban dari tahanan, sebagai langkah untuk memulai pembicaraan langsung dengan kelompok tersebut untuk mengakhiri perang 18 tahun di Afghanistan.
Menurut salinan dekrit dua halaman yang dilihat oleh kantor berita Reuters pada Selasa malam (10/3/2020), semua tahanan Taliban yang dibebaskan harus memberikan “jaminan tertulis untuk tidak kembali ke medan perang.”
“Presiden Ghani telah menandatangani dekrit yang akan memfasilitasi pembebasan para tahanan Taliban sesuai dengan kerangka kerja yang diterima untuk memulai negosiasi antara Taliban dan pemerintah Afghanistan,” juru bicara Ghani Sediq Sediqqi memposting di Twitter.
Keputusan itu, yang akan diumumkan kemudian oleh kantor Ghani, menjabarkan secara terperinci tentang bagaimana para tahanan akan dibebaskan secara sistematis untuk melanjutkan perjanjian damai.
Proses pembebasan tahanan akan dimulai dalam empat hari, kata keputusan itu.
Pembebasan tahanan adalah bagian dari kesepakatan yang ditandatangani oleh Amerika Serikat dan Taliban bulan lalu yang akan memungkinkan pasukan AS dan pasukan NATO menarik diri dari Afghanistan untuk mengakhiri perang lebih dari 18 tahun.
Sebelumnya pada Selasa (10/3), juru bicara Taliban, Suhail Shaheen mengatakan dalam sebuah tweet bahwa kelompoknya telah menyerahkan daftar 5.000 tahanan ke AS dan sedang menunggu semuanya dibebaskan.
Juga pada Selasa, seorang pemimpin senior Taliban di Doha, markas politik kelompok itu, mengatakan kendaraan telah dikirim ke daerah dekat Penjara Bagram, utara ibu kota Kabul, untuk mengumpulkan pejuang yang dibebaskan.
“Setelah pembicaraan kami dengan Zalmay Khalilzad (utusan khusus AS untuk Afghanistan) pada hari Senin, di mana ia menyampaikan kepada kami pembebasan 5.000 tahanan kami, kami mengirim kendaraan untuk menjemput mereka,” katanya kepada Reuters.
Taliban telah menuntut pembebasan tahanan sebagai langkah membangun kepercayaan untuk membuka jalan bagi pembukaan pembicaraan langsung dengan pemerintah. (haninmazaya/arrahmah.com)