JAKARTA (Arrahmah.com) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut hari ini 1 September 2016 diperkirakan akan terjadi Gerhana Matahari Cincin, dengan alur Gerhana Matahari Cincin melewati Samudra Atlantik, Afrika bagian tengah, Madagaskar, dan Samudra Hindia, insya Allah Ta’ala.
“Di Indonesia Gerhana ini dapat diamati pada sore hari menjelang Matahari terbenam berupa Gerhana Matahari Sebagian, yaitu di Kep. Mentawai, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur bagian barat,” tulis BMKG pada laman resminya.
Sementara untuk kota yang dilalui jalur GMC, situs astronomi LangitSelatan menuliskan wilayah tersebut yaitu Pulau Pagai Selatan, Pulau Pagai Utara, Lubuk Linggau, Bengkulu Bandar Lampung (Sumatera), Serang, Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogyakarta (Jawa).
Meski sejumlah wilayah tersebut dilalui jalur GMC, tapi Indonesia tidak bisa maksimal dalam melihat cincin raksasa di langit. Peneliti astronomi LangitSelatan, Avivah Yamani, mengatakan, penampakan gerhana pada 1 September 2016 dari Tanah Air hanya terlihat sangat kecil sekali, sehingga penampakan gerhana tak berupa cincin Matahari.
“Kita dapatnya cuma 3 persen (gerhana) saja, itu secuil banget, dikit banget. Jadi bola Matahari kalau dilihat seperti dicongkelin,” jelas Avivah, lansir VIVA.co.id.
Selain penampakan gerhana sangat sedikit, Avivah mengatakan, tantangan pengamatan GMC pada 1 September adalah soal cuaca. Menurut informasi yang dia dapatkan, pada saat gerhana, cuaca wilayah Indonesia yang dilalui jalur GMC, kemungkinan tak mendukung.
“Jawa-Sumatera bakal hujan. Bandung hari ini hujan, besok kemungkinan sama (hujan),” ujar jebolan lulusan magister astrofisika Institut Teknologi Bandung itu.
Avivah mengatakan, jika memang masyarakat ingin mendapatkan pengamatan yang ideal, dia menyarankan agar menuju ke wilayah pantai. Sebab di area pantai, bidang pengamatan akan lebih maksimal untuk mengamati horison sampai ke ufuk.
Namun demikian, pengamat bisa berharap agar cuaca bersahabat untuk pengamatan.
“Sebab kalau (cuaca) berawan, berkabut apalagi hujan itu tidak bisa lihat (gerhana)” tuturnya.
Jika cerah, Avivah mengatakan, pengamat di pantai bisa melihat cuilan di bola Matahari yang berwarna merah.
Dia mengatakan, pengamat jangan berharap banyak bisa menyaksikan GMC kali ini seperti saat Gerhana Matahari Total (GMT) pada Maret lalu. Sebab kondisinya sangat kontras, saat Maret lalu, jalur GMT di Indonesia mendapatkan gerhana dari 100 persen sampai 60 persen. Sementara untuk GMC kali ini, Indonesia hanya mendapatkan 1-3 persen.
Avivah menjelaskan, saat GMT, masyarakat yang mengamati bisa merasakan perbedaan nuansa piringan Bulan menutupi Matahari. Nuansa sebelum dan sesudah GMT, sampai terasa nuansa redup dan gelap kemudian kembali ke terang.
“Dibanding GMT Maret 2016, itu ketutupan banget. Susah rasakan perbedaannya (sebelum dan sesudah gerhana). Hampir enggak ada perbedaan,” kata dia.
Meski pengamatan gerhana kali ini tak istimewa, tapi menurut Avivah, GMC tetap menarik bagi penggemar fotografi.
Avivah berpesan kepada masyarakat, agar jangan kecewa dengan penampakan GMC pada 1 September 2016. Sebab bagi yang penasaran, bisa menunggu penampakan GMC pada 26 Desember 2019 yang tampil sempurna.
Saat itu, kata Avivah, jalur cincin GMS yang melewati Indonesia cukup besar. “Cincin lintasi Sumatera Selatan, dekat Batam, Tanjung Pinang dan Singapura,” jelas dia.
(azm/arrahmah.com)