GAZA (Arrahmah.id) — Pengurus yayasan dari Gereja Anglikan Palestina mengatakan bahwa beberapa hari sebelum serangan terhadap Rumah Sakit Baptis Al Ahli di Gaza, yang menewaskan ratusan orang, mereka telah mendapatkan tiga perintah dari Israel. Mereka diminta mengevakuasi diri karena rumah sakit itu akan dibom.
“Kami mendapat tiga perintah evakuasi dari rumah sakit, pada hari Sabtu, Minggu, dan Senin. Rumah sakit itu dibom pada hari Selasa,” kata Uskup Agung Anglikan Hosam Naoum pada konferensi pers, seperti dikutip Anadolu Agency (19/10/2023).
“Sebagian besar pesan diberikan melalui telepon,” tambahnya.
Uskup agung menyebut ledakan di rumah sakit itu sebagai “kejahatan” dan “pembantaian.”
“Kami sebagai pemimpin gereja selalu mewaspadai kekerasan akibat konflik Timur Tengah antara Israel dan Palestina saat ini,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang pihak yang bertanggung jawab atas ledakan tersebut, Naoum berkata: “Apa yang kami tahu adalah apa yang kami lihat di televisi, dan kami bukan ahli militer yang menentukan pihak ini.”
“Yang kami tahu setidaknya ada banyak bangunan, rumah, dan banyak tempat yang dibom dalam serangan Israel,” tambahnya, berbicara tentang Gaza, tempat rumah sakit tersebut berada. “Ini adalah fakta di lapangan,” tambahnya.
Israel telah membantah bertanggung jawab atas pengeboman rumah sakit tersebut, namun tentara yang memberikan peringatan sebelum hari Selasa memperkuat dugaan bahwa Israel lah yang melakukan serangan udara tersebut.
Rumah sakit ini dikenal sebagai rumah sakit Baptis karena alasan sejarah, namun berada di bawah Gereja Anglikan, atau Gereja Inggris, sejak awal 1980-an.
Konflik di Gaza, yang berada di bawah pemboman dan blokade Israel sejak 7 Oktober, dimulai ketika kelompok perlawanan Palestina Hamas memulai Operasi Banjir Al-Aqsa, sebuah serangan mendadak yang mencakup serangkaian peluncuran roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Dikatakan bahwa serangan tersebut merupakan pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel.
Militer Israel kemudian melancarkan Operasi Pedang Besi terhadap sasaran Hamas di Jalur Gaza.
Gaza mengalami krisis kemanusiaan yang parah karena tidak adanya listrik, sementara air, makanan, bahan bakar, dan pasokan medis hampir habis.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” untuk meringankan “penderitaan besar umat manusia.”
Setidaknya 3.478 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Gaza, sementara angkanya mencapai lebih dari 1.400 orang di Israel. (hanoum/arrahmah.id)