JAKARTA (Arrahmah.com) – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA menyatakan gerakan radikalisme tidak bisa ditangani dengan cara represif sebagaimana diterapkan pemerintah Orde Baru.
“Sekarang pemerintah dan negara harus hadir melindungi rakyatnya dari ancaman gerakan tersebut terutama dengan memperkuat ideologi bangsa dan ekonomi rakyat,” kata Dede di Jakarta, Selasa (5/5/2015), dikutip dari Antara.
Menurut dia, penguatan ideologi dan meningkatkan kemakmuran rakyat penting dilakukan karena radikalisme merasuki masyarakat dengan memanfaatkan kelemahan ideologi dan keterpurukan ekonomi, di samping dengan cara kekerasan fisik dan senjata.
“Bila itu dilakukan maka salah satu ruang gerakan radikalisme agama, terutama ISIS, akan tertutup. Ancaman radikalisme itu pasti akan dengan sendirinya mentah,” kata Dede.
Dede mengungkapkan bahwa saat ini ring of fire ISIS di Indonesia ada tujuh titik, antara lain DKI Jakarta, Tangerang (Banten), dan Depok (Jawa Barat).
“Meski belum nyata di Indonesia, tapi kita jangan sampai lengah, apalagi sampai kecolongan. Mereka sangat lihai dengan memanfaatkan berbagai lini kehidupan masyarakat, terutama para generasi muda,” katanya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia dari ancaman radikalisme dan ISIS.
Terkait, telah diwartakan penangkapan yang mirip penculikan oleh Densus 88 terhadap Ustadz Basri di Makassar, dengan cara menabrak motor yang sedang dikendarai bersama anaknya hingga jatuh kemudian memukulinya di depan anaknya yang masih berusia 3 tahun. Hal ini dinilai perbuatan keji dan melanggar hukum.
“Saya pikir ini harus menjadi koreksi total yang selama ini kita tahu dilakukan oleh oknum di Densus. Saya pikir perlu dikritisi, perlu dikaji, tindakan-tindakan semacam ini sudah tidak boleh, dan itu merupakan pelanggaran,” kata Koordinator TPM Ahmad Michdan di Jakarta, Senin (4/5/2015).
Sebelumnya, atas nama isu radikal yang dihembuskan BNPT, puluhan media Islam online diblokir oleh Kemkominfo, tindakan represif tanpa peringatan dan berkomunikasi dengan para pengelola media tersebut. (azm/arrahmah.com)