JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara GeNose C19 Mohamad Saifudin Hakim menjelaskan tentang alat pendeteksi Covid-19 yang digunakan sebagai salah satu satu syarat perjalanan bagi pengguna moda transportasi umum.
GeNose sebelumnya menuai pro kontra lantaran dituding tidak akurat sehingga bisa mengeluarkan hasil ‘negatif palsu’.
Hakim menekankan, semua pihak termasuk peneliti dan pengembang, distributor, operator, maupun masyarakat pengguna perlu sama-sama dapat memastikan agar tata cara penggunaan alat GeNose C19 sesuai dengan SOP.
Misalnya, salah satu yang perlu diperhatikan adalah lokasi penempatan alat. GeNose C19 harus diletakkan di ruangan yang memiliki saturasi udara satu arah
GeNose C19 juga sudah memiliki fitur analisis lingkungan yang otomatis mengevaluasi saturasi partikel di sekelilingnya.
Operator hanya perlu melakukan mode flushing untuk memeriksa udara atau lingkungan di sekitar alat selama 30 hingga 60 menit sebelum menjalankan alat.
Pada software GeNose akan memberi tanda pada layar monitor laptop bahwa lingkungan sudah mendukung atau belum.
Tanda warna hijau dan tulisan GO artinya sudah bisa digunakan, sedangkan warna kuning atau merah dengan tanda seru berarti belum OK atau mendukunguntuk mengoperasikan GeNose C19.
“Jika memaksa GeNose C19 beroperasi ketika kondisi lingkungannya belum OK, maka hasil tes bisa tidak tepat. Sebagai pengembang GeNose C19, tim peneliti juga telah menyiapkan mekanisme pemantauan penggunaan alat, pemutakhiran perangkat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Secara berkala dan berkelanjutan serta terus disampaikan melalui produsen maupun distributor,” kata Hakim dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/6), lansir RMOL.
Saat ini GeNose C19 tengah menjalani proses validitas eksternal yang melibatkan tiga universitas.
Hal ini merupakan bagian dari post marketing analysis, yakni ketika GeNose C19 sudah digunakan oleh masyarakat umum.
Uji validitas eksternal bertujuan untuk menambah data dan memperkuat kerja AI.
Pakar di tiga universitas, yakni Universitas Andalas, Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Airlangga (Unair) menjadi penguji independen alat GeNose C19.
“Ethical clearance sudah keluar untuk UI dan Unair,” ungkap Hakim.
Persetujuan etik bertujuan untuk memastikan penelitian GeNose C19 bekerja sesuai kaidah ilmiah.
Menurutnya, seluruh penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance atau Keterangan Lolos Kaji Etik.
Hakim menjelaskan, uji validitas eksternal telah dimulai sejak bulan April di Universitas Andalas. Selanjutnya, Rumah Sakit UI memulai tahap uji tersebut pada bulan Juni. Kemudian, Unair dan RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) akan mulai uji validitas eksternal GeNose C19 pada akhir bulan Juni 2021.
Periode uji validitas ialah empat sampai enam bulan tergantung perjanjian dengan masing-masing institusi tersebut.
“Hasil uji validitas belum keluar, karena prosesnya masih berjalan,” jelasnya.
(ameera/arrahmah.com)